Terbentur Aturan, RI Berpotensi Gagal Rebut Relokasi Pabrik Sepatu dari China
Ilustrasi pabrik sepatu. Foto: Shutterstock
Industri alas kaki Tanah Air tengah disibukkan dengan agenda merelokasi pabrik-pabrik alas kaki dari China dan Vietnam ke dalam negeri. Namun upaya tersebut berpotensi gagal.
Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakrie menuturkan hal ini terlihat dari terbenturnya pembuatan pabrik beberapa investor oleh sederat aturan perizinan usaha.
“Dari tahun lalu dan awal tahun ini ada beberapa pabrik yang baru investasi. Namun sayangnya justru pabrik-pabrik untuk tujuan ekspor kita saat ini terganggu atau terhambat karena masalah perizinan usaha,” kata Firman kepada kumparan pada Senin (22/4).
Firman mengatakan aturan menjadi batu sandungan pembuatan pabrik penanaman modal asing (PMA) baru ini adalah aturan mengenai izin pendirian pabrik seperti analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) juga persetujuan bangunan gedung (PBG).
Hal ini juga diperparah dengan adanya aturan pembatasan impor Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 3 2024 yang merupakan hasil rombak dari Permendag 3 2023.
“Izin terkait Permendag 36 2023 di antaranya terkait impor sampel produk tujuan ekspor, izin impor barang modal, izin impor dari supplier untuk pabrik,” jelas Firman.
Sehingga dalam jangka panjang, hal ini akan menyurutkan niat investor untuk menanamkan modal di dalam negeri dan berakhir pada gagalnya agenda Indonesia untuk merebut basis produksi dari China dan Vietnam.
Ilustrasi pabrik sepatu. Foto: Shutterstock
“Saat ini kita sedang berjuang untuk merebut relokasi industri alas kaki dari China dan Vietnam. Tapi dengan birokrasi perizinan yang semakin buruk sulit bagi kami untuk mendorong investasi di Indonesia,” terang Firman.
Hal ini dikarenakan dengan perizinan Amdal yang lama hingga antrean selama satu tahun, investor akan kehilangan momentum untuk mengejar target produksi.
“Jadwal atau target produksi jadi molor, saat kita sedang mengejar order untuk membuka lowongan kerja kehilangan momentum ini sangat merugikan Indonesia. Bisa-bisa kita akan ditinggal investor,” jelas Firman.
“Kalau Amdal itu lebih ke administrasi kesiapan aparatur dan infrastrukturnya. Akibatnya antrean izin bisa sampai lebih dari satu tahun,” terangnya.
Sedangkan di Permendag 3 2024 menurutnya menyulitkan birokrasi impor dan kepastian hukum untuk produk-produk untuk tujuan ekspor. “Pasti akan berdampak pada tujuan investasi Indonesia,” kata Firman.