SOSOK Mertua Dian Sastro,Meninggal 3 Tahun Lalu,Kini Kembali Jadi Sorotan Saat Mantu Main Ski
TRIBUN-MEDAN.com – Inilah sosok Mertua Dian Sastro, Adiguna Sutowo.
Adiguna Sutowo meninggal 3 tahun lalu karena sakit.
Namun kini sosok Adiguna Sutowo kembali menjadi sorotan saat menantunya, Dian Sastro main ski saat libur Lebaran.
Warganet malah bahas kasus Adiguna Sutowo.
Adiguna Sutowo dan Dian Sastro main ski di Swiss (Kolase Tribun Medan/Instagram)
Perempuan bernama Dian Sastrowardoyo mendadak disorot warganet.
Pasalnya, saat libur lebaran ini Dian Sastro memasang foto di akun medsosnya, X (dulu Twitter).
Dikutip tribun-medan.com dari WartakotaLive.com, wanita cantik berusia 42 tahun itu asyik main ski di Swiss.
Bukan warganet kalau tidak kepo. Seperti yang ditulis pemilik akun Datuk Jahat Hensem; Jadilah seperti Dian Sastro, masa raya pergi Switzerland main ski, bukan habiskan masa bergaduh dekat twitter.
Warganet lain langsung merespons; “Malaysia ngefans Dian Sasto juga,” tulis pemilik akun MR Brontodiwiryo.
Namun, yang sedikit menyindir keras Dian Sastro, yang ditulis pemilik akun Penyintas Catfishing; “Mertuanya Dian Sastrio kalo nggak salah pernah dipenjara gara2 bunuh pelayan”.
Ternyata apa yang ditulis warganet itu mengusik pengalaman pahit mertua Dian Sastro.
Memang benar, pada 2005 publik Indonesia digegerkan oleh berita pembunuhan yang melibatkan Adiguna Sutowo, ayah dari Maulana Indraguna Sutowo.
Adiguna Sutowo sendiri adalah salah satu putra Ibnu Sutowo, mantan Dirut PT Pertamina di era Orde Baru.
Ibnu Sutowo kala itu berkuasa di PT Pertamina selama 20 tahun.
Berikut sederet fakta dalam kasus pembunuhan yang dilakukan Adiguna Sutowo:
Seorang bartender, Daniel Sibarani memberikan kesaksiannya ketika melihat Adiguna Sutowo membunuh pelayan bernama Yohanes Brachman Hairudy Natong alias Rudy (28) pada 1 Januari 2005 di Island Bar Fluid Club, Lounge Hotel Hilton International.
Ia mengaku melihat langsung Adiguna menembak Rudy dari jarak sekitar satu meter.
Pengusaha Adiguna Sutowo mertua artis Dian Sastro (ist)
Kesaksian Daniel dibacakan oleh Jaksa Siregar dalam persidangan kasus tersebut di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (19/4/2005), dengan terdakwa Adiguna Sutowo.
Kesaksian Daniel dibacakan jaksa karena yang bersangkutan saat ini sedang berada di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, sebagai tenaga kerja Indonesia.
Masih di dalam BAP yang dibacakan jaksa, Daniel menyatakan melihat Adiguna menodongkan pistol yang dipegang dengan tangan kanan sambil duduk di meja bar.
Lalu, pelaku memutar badan ke kiri sehingga berhadapan dengan korban.
Daniel kemudian melihat Adiguna menarik pelatuk pistol tersebut, tetapi tidak sempat meledak.
Daniel sempat berpikir, Adiguna hanya bermain atau bercanda.
Selanjutnya, Daniel membelakangi Rudy karena akan membuat minuman.
Saat itulah terdengar suara letusan bersamaan dengan korban Rudy terjatuh di samping kanan Daniel dengan posisi telentang.
Kemudian, Daniel bersama kawan-kawan di bar tersebut menolong Rudy dengan membawa ke klinik Hotel Hilton International.
“Saksi memberikan keterangan tambahan bahwa lebih kurang lima menit sebelum kejadian, seorang perempuan yang mendampingi pelaku memberitahukan kepada saksi bahwa yang datang bersamanya adalah Adiguna Sutowo, yang punya Hotel Hilton,” kata Siregar.
Dalam BAP-nya itu, Daniel selanjutnya menerangkan bahwa perempuan pasangan Adiguna Sutowo itu juga mengatakan kepadanya, merasa takut, karena Adiguna Sutowo membawa senjata api yang ditaruh di dalam tasnya.
Sempat terancam hukuman mati
Tim jaksa yang dipimpin Andi Herman mendakwa secara kumulatif bahwa perbuatan terdakwa Adiguna melanggar Pasal 338 Kitab Undang- undang Hukum Pidana tentang pembunuhan disengaja dengan ancaman maksimal hukuman penjara 15 tahun.
Ayah dari Maulana Indraguna Sutowo itu juga didakwa melanggar Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 atas kepemilikan senjata api dan amunisi ilegal dengan ancaman maksimal hukuman mati.
“Pada 1 Januari 2005 sekitar pukul 02.30, Adiguna bersama Vika Dewayani (istri Adiguna), Novia Herdiana alias Tinul, dan Thomas Edward menuju Hotel Hilton International dan menginap di kamar 1564 selepas merayakan malam Tahun Baru di Restoran Dragon Fly Cafe, Jalan Gatot Subroto,” kata Andi.
Sekitar pukul 03.10, lanjut Andi, Vika memberi tahu Adiguna agar melihat anaknya yang berada di diskotek Hotel Hilton (Island Bar Fluid Club & Lounge) di lantai dasar.
Kemudian, mereka menuju tempat tersebut.
“Sekitar pukul 04.40, terdakwa dan Tinul menuju Island Bar untuk memesan minuman lychee martini dan vodca tonic,” kata Andi.
Selanjutnya, Andi mengatakan bahwa Tinul membayar minuman itu dengan kartu kredit HSBC miliknya senilai Rp 150.000.
Ketika kedua kalinya mereka memesan minuman yang sama, pembayaran dilakukan dengan menggunakan kartu debit BCA milik Adiguna, tetapi ditolak karena mesinnya belum ada.
Saat itu kartu debit BCA milik Adiguna diserahkan kembali oleh korban Rudy kepada Tinul.
“Terdakwa lalu marah-marah kepada korban,” kata Andi.
Andi mengatakan, Adiguna yang duduk di meja bar saat itu membalikkan badan dan menarik revolver kaliber 22 jenis S&W di pinggangnya.
Kemudian, ia menembakkannya satu kali dan mengenai dahi kanan korban.
SBY buka suara
Presiden SBY sempat juga menanggapi kasus penembakan ini.
Ia memperoleh kesan polisi menutup-nutupi kasus itu.
Di depan wartawan di rumahnya di Cikeas, Bogor, SBY meminta polisi berlaku transparan dan menangani kasus tersebut secara tuntas.
“Saya menginstruksikan Kepala Polri menegakkan hukum terhadap pelaku penembakan. Tunjukkan transparansi dan akuntabilitas demi keadilan,” ucapnya.
“Kejahatan seperti itu tidak bisa ditolelir. Sekarang ini beredar kabar seolah-olah negara dan penegak hukum tidak tegas. Masyarakat tidak perlu khawatir,” lanjut SBY.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Tjiptono menyatakan, polisi menemukan 19 butir peluru di kamar tempat Adiguna menginap.
Profil Adiguna Sutowo, mertua Dian Sastro. Profil Adiguna Sutowo, mertua Dian Sastro (Tribun-Jatim.com)
Polisi sempat melakukan pengejaran terhadap wanita yang pada saat kejadian berada di bar bersama Adiguna untuk mendapatkan keterangan.
Polisi telah memeriksa empat saksi, dua di antaranya melihat langsung bahwa Adiguna yang melakukan penembakan.
Dari proyektil yang ditemukan bersarang di kepala korban, pelurunya diperkirakan memiliki kaliber 22 milimeter dan ditembakkan dari jenis senjata Revolver.
Yohanes Brataman Haerudy Natong (28) yang akrab disapa Rudy itu adalah mahasiswa semester akhir Fakultas Hukum Universitas Bung Karno, Jakarta.
Divonis 7 tahun
Majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (16/6), menjatuhkan hukuman penjara tujuh tahun bagi terdakwa Adiguna Sutowo dalam perkara penembakan hingga menewaskan Yohanes Brachman Hairudy Natong (28).
Atas putusan yang jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa berupa penjara seumur hidup itu, tim penasihat hukum terdakwa mengajukan banding, sedangkan jaksa pikir-pikir.
“Tuntutan jaksa terlalu berat. Majelis hakim dalam amar putusannya menggunakan perspektif argumentatif, manusiawi, dan proporsional sesuai kadar kesalahan terdakwa,” kata Ketua Majelis Hakim Lilik Mulyadi yang didampingi hakim anggota Mulyani dan Agus Subroto.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menetapkan masa penahanan anak dari Ibnu Sutowo tersebut dikurangkan dengan pidana yang dijatuhkan. Kecuali, saat dirawat di rumah sakit.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim sependapat dengan jaksa yang dapat membuktikan dakwaan kesatu dan kedua.
Dakwaan kesatu merupakan pelanggaran Pasal 338 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur pembunuhan disengaja dengan ancaman penjara 15 tahun.
Dakwaan kedua merupakan pelanggaran Pasal 1 Ayat (1) Undang- Undang (UU) Darurat Nomor 12 Tahun 1951 yang mengatur kepemilikan senjata api dan amunisi tanpa hak dengan ancaman hukuman mati.
“Tuntutan seumur hidup yang disampaikan jaksa itu atas terbuktinya pelanggaran Pasal 1 Ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman hukuman mati, selain Pasal 338 KUHP. Tetapi, majelis hakim diperbolehkan memilih hukuman lain yang setimpal,” kata Lilik.
Menurut Lilik, putusan hukuman setimpal yang dimaksudkan itu diambil dengan tidak menimbulkan disparitas atau kesenjangan terhadap putusan perkara serupa lainnya.
Lilik mencontohkan vonis penjara 15 tahun bagi Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto yang terbukti menyimpan senjata api dan amunisi.
Kemudian Ary Sigit (cucu mantan Presiden Soeharto) yang dihukum penjara satu tahun dalam perkara kepemilikan senjata api ilegal.
Lilik juga mencontohkan perkara terdakwa anggota masyarakat bisa, seperti Mohammad Nur, yang disidangkan di PN Jakarta Pusat dengan pelanggaran Pasal 338 KUHP, dituntut hukuman lima tahun penjara.
“Saryono, juga disidangkan di PN Jakarta Pusat dalam perkara pembunuhan berencana, dituntut enam tahun penjara. Suwardi dalam perkara membawa dan menguasai senjata api ilegal dituntut penjara satu tahun,” kata Lilik.
Seusai persidangan, Adiguna Sutowo terlihat terisak menangis saat menyalami ketujuh anggota tim penasihat hukumnya, Mohammad Assegaf dan rekan-rekan.
(*/TRIBUN-MEDAN.COM)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter