Soal “Dissenting Opinion” Putusan Sengketa Pilpres, Pakar Singgung Politik 2 Kaki
Pakar hukum tata negara, Feri Amsari menjelaskan kemungkinan MK memanggil Presiden Jokowi dalam sidang perkara Pilpres dalam diskusi media soal Dalil Kecurangan Pemohon PHPU Pilpres 2024: Mungkinkah Dibuktikan? di Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat (29/3/2024).
JAKARTA, KOMPAS.com – Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Feri Amsari menilai, adanya dissenting opinion atau perbedaan pendapat dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa hasil Pemilu Presiden (Pilpres) 2024, tak terlepas dari politik dua kaki.
Pasalnya, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menilai bahwa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melakukan pelanggaran pemilu secara terstruktur dan sistematis.
Namun, MK tetap memutus menolak seluruh gugatan yang diajukan oleh pasangan calon (paslon) nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan paslon nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
“Saya juga tidak mengerti soal tidak konsisten itu, pasti itu sebagai sesuatu yang misteri ya. Tapi semua orang sedang berpolitik dua kaki hari ini dan mungkin juga putusan MK bagian dari politik dua kaki itu” kata Feri dalam tayangan Obrolan Newsroom yang disiarkan di YouTube Kompas.com, Senin (22/4/2024).
Secara khusus, Feri menyorot bahwa hakim konstitusi Arief Hidayat cenderung berpihak sejak awal persidangan ini.
Menurut dia, Arief Hidayat menjadi salah satu hakim yang memang menekankan soal perlunya etika dalam pemilu.
Di sisi lain, Arief juga yang menyatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak perlu dipanggil sebagai saksi dalam persidangan.
“Lalu, ketika mau dipanggil orang tersebut, Prof Arief lah yang mengatakan ‘tidak perlu juga kita harus memanggil presiden’. Inti persoalannya adalah cawe-cawe presiden, tapi tidak dipanggil,” ujar Feri.
Dosen Universitas Andalas ini juga berpandangan, selama ini proses persidangan berjalan secara tidak adil.
Terlebih, menurut dia, para pihak yang terlibat tidak diberikan kesempatan untuk menanyakan saksi-saksi yang dihadirkan dalam persidangan di MK.
Oleh karenanya, Feri Amsari tidak heran jika hasil sidang juga berujung dengan ketidakadilan.
“Persidangan dimulai secara tidak adil dan berujung tidak adil, pertengahannya juga tidak adil, mana ada pengadilan menghadirkan saksi-saksi tapi pihak-pihak tidak boleh bertanya, itu pengadilan macam apa begitu ya,” kata Feri.
“Dipanggil empat menteri sangat penting untuk membongkar berbagai fakta, malah kemudian dibiarkan,” ujarnya lagi.
Diketahui, MK memutus menolak seluruh gugatan sengketa hasil Pilpres 2024 yang diajukan oleh Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud.
Meski begitu, ada tiga hakim MK yang menyatakan dissenting opinion atau perbedaan pendapat, yaitu Saldi Isra, Enny Nurbainingsih, dan Arief Hidayat.
Dalam pernyataan perbedaan pendapatnya, Arief mengatakan pemerintahan Jokowi telah melakukan pelanggaran pemilu secara terstruktur dan sistematis.
“Pada titik inilah, pemerintah telah melakukan pelanggaran pemilu secara terstruktur dan sistematis,” kata Arief saat bacakan dissenting opinion di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin.
Menurut Arief, semestinya seluruh cabang kekuasaan, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, tidak boleh cawe-cawe dan memihak pada proses Pemilu 2024.
Sebab, mereka dibatasi oleh paham konstitusionalisme dan dipagari rambu-rambu hukum positif, moral, dan etika.
Namun, Arief mengatakan, sikap ini tidak tercermin dari pemerintahan Jokowi. Dia mengatakan, pemerintahan Jokowi secara terang-terangan memihak pasangan calon tertentu.
“Apa yang dilakukan pemerintahan presiden Jokowi dengan segenap struktur politik kementerian dan lembaga dari tingkat pusat hingga level daerah telah bertindak partisan dan memihak pasangan calon tertentu,” ujar Arief Hidayat.