Sisi Lain IKN Nusantara di Kaltim: Ancaman Gempa,Banjir hingga Potensi Konflik di Masyarakat
TRIBUNKALTIM.CO – Di balik pesatnya kemajuan IKN Nusantara di Kaltim, ternyata juga terselip sejumlah ancaman, baik dari lingkungan, ataupun masalah sosial.
Untuk lingkungan, ancaman yang paling nyata adalah gempa dan banjir.
Menurut ahli geologi yang juga Dosen Teknik Geologi Universitas Diponegoro, Andang Bachtiar, ada patahan Sesar Maratua dan Mangkalihat yang membuat wilayah Kalimantan tidak bebas dari gempa.
Lokasi IKN Nusantara yang berada di wilayah Sepaku, Penajam Paser Utara dan sebagian Kutai Kartanegara, Kaltim masih memiliki sejumlah catatan terkait aspek geologi, khususnya daya dukung fisik.
Pemindahan IKN ke Kaltim saat ini tidak bebas dari bahaya geologi karena masih berpotensi banjir, gunung lumpur, tsunami longsor bawah laut, hingga dampak dari eksplorasi minyak dan batu bara.
Andang Bachtiar menjelaskan, aspek geologi memang bukan sebuah penentu utama kelayakan pindah atau tidaknya lokasi IKN Nusantara.
Namun, aspek geologi dapat memberikan informasi terkait daya dukung fisik dan bahayanya sehingga memerlukan mitigasi hingga eskalasi biaya ke depan.
Berdasarkan informasi geologi dan observasi atau pengalaman langsung yang dilakukan Andang Bachtiar, IKN Nusantara masih memiliki catatan dari aspek daya dukung fisik lokasi, yakni minim akuifer air tanah.
Bahkan, kota atau wilayah terdekat dari IKN Nusantara, seperti Balikpapan dan Penajam juga memiliki permasalahan yang serupa terkait sumber air baku.
Kalimantan tidak bebas dari gempa bumi karena terdapat dua patahan besar di wilayah utara, yaitu Sesar Maratua dan Sesar Mangkalihat.
”Banyak lempung mengembang di sana ( IKN Nusantara ). Terdapat pula potensi longsor karena bidang lemah patahan dan kemiringan lereng tinggi mengingat strukturnya kebanyakan patahan naik,” ujarnya dalam webinar bertajuk ”Refleksi Pembangunan IKN dari Perspektif Lingkungan dan Kelembagaan”, Kamis (6/7/2023).
IKN DI KALTIM – Proses pembangunan Istana Negara dan kantor Presiden RI di IKN Nusantara, Provinsi Kalimantan Timur. (KOMPAS.com)
Selain dari aspek daya dukung fisik, lokasi IKN Nusantara juga memiliki bahaya geologi.
Bahaya tersebut mulai dari banjir, rob, gunung lumpur, gas dangkal, tsunami longsor bawah laut Selat Makassar, kebakaran hutan, serta dampak dari eksplorasi dan produk minyak atau batu bara.
Andang Bachtiar menekankan, wilayah di Kalimantan memang bebas dari gunung api. Namun Kalimantan tidak bebas dari gempa bumi.
Pasalnya, terdapat dua patahan besar di wilayah utara yaitu Sesar Maratua dan Sesar Mangkalihat.
Meski aspek geologi ini sangat penting dalam pembangunan IKN Nusantara, Andang Bachtiar menyebut bahwa ahli geologi belum pernah dilibatkan saat pemilihan lokasi IKN baru di Kalimantan Timur.
Bahkan, perwakilan dari ikatan ahli geologi Indonesia juga tidak diundang dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang IKN.
“Badan Geologi juga tidak masuk dalam struktur besar perencanaan. Padahal, kita perlu melihat apa yang kita pijak dan di dalam Bumi ini sebelum lebih jauh melangkah,” katanya.
Sebagai catatan ke depan, Andang Bachtiat mendorong agar Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dapat berperan lebih signifikan guna pembangunan IKN Nusantara lebih optimal dari berbagai aspek khususnya geologi.
Struktur Badan Geologi juga harus diperkuat dan ditingkatkan agar bisa mendukung proyek penting masa depan seperti IKN Nusantara.
Dosen Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung (ITB) Saut Aritua Hasiholan Sagala mengatakan, mempertimbangkan aspek geologi memang sangat penting dalam implementasi pembangunan IKN Nusantara.
Intervensi dalam mengatasi aspek geologi ini dapat dilakukan melalui keteknikan maupun sistem zonasi atau penyediaan ruang terbuka untuk mengurangi dan menghindari hal-hal yang berisiko tinggi.
”Jadi, inilah yang dimaksud dengan resilient city. Kita berharap IKN bisa menjadi kota yang memiliki resiliensi dan contoh untuk kota-kota lainnya di Indonesia,” tuturnya.
Potensi Konflik
Potensi konflik di masyarakat dengan adanya pembangunan IKN Nusantara menjadi atensi Danrem 091/Aji Surya Natakesuma, Brigjen TNI Yudhi Prasetiyo.
Kehadiran IKN Nusantara di Kaltim merupakan hal baru, sehingga perlu pendekatan secara lebih intens kepada masyarakat, khususnya di sekitar lokasi.
Menurut Danrem, jikapun ada persoalan yang muncul nantinya, maka personel TNI harus menjadi penengah atas situasi tersebut.
“Saya selalu mengimbau kepada aparat saya untuk bisa selalu menjadi ion yang bisa menetralkan segala konflik di wilayah,” ungkapnya.
Saat ini, , belum ada pemetaan potensi konflik yang dilakukan oleh pihaknya. Pun jika ada, ia yakin masih bisa diatasi dengan baik oleh Dandim setempat.
Peran Babinsa juga dianggap utama. Jika memungkinkan maka akan dilakukan penambahan. Hal itu jika melihat kondisi sosial dan jumlah masyarakat di sekitar lokasi IKN.
Sementara untuk pengawalan dan pengamanan tamu VVIP yang datang ke IKN Nusantara menjadi tugas Kompi Senapan C Yonif Raider 600 Modang Petung.
Tugas pengawalan tamu VVIP merupakan fokus Kompi Senapan C Petung, sejak pindahnya IKN ke Sepaku.
Tamu VVIP yakni presiden dan wakil presiden, kata Komandan Kompi Senapan C Kapten Inf Defry Rhamansyah kepada TribunKaltim, Kamis (6/7/2023).
Ia menjelaskan, tugas pengawalan semakin sering dilakukan terlebih sejak kunjungan presiden juga semakin masif.
“Atensi dari pusat untuk kunjungan RI 1, kita lebih banyak dibebankan dalam hal pengamanan VVIP,” ungkapnya.
Kesiapan pasukan juga telah dipastikan terhadap tugas pengamanan tersebut. Setidaknya, 50 personel dikerahkan untuk sekali pengamanan.
Pengamanan VVIP yang dilakukan Kompi C Petung, berbeda dengan satuan pengamanan lainnya. Pasukan tersebar di beberapa tempat, tetapi tetap menempel pada Paspampres.
“Kita menempel di pengamanan RI 1, bukan sekadar tirai,” sambungnya.
Janji Jokowi soal Lokasi Ibu Kota Baru Bebas Banjir dan Ancaman Tsunami hingga Gempa Bumi
Presiden Jokowi (Joko Widodo) memiliki rencana memindahkan ibu kota negara (IKN) ke Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Jokowi mengatakan, ibu kota baru ini akan bebas banjir dan macet, berbeda dari Jakarta.
Hal ini tak lepas dari bayangan ibu kota baru yang dibangun dengan konsep keberlanjutan, termasuk menggunakan energi terbarukan.
Jokowi pernah mengatakan, transportasi massal tanpa bahan bakar fosil akan menggerakkan aktivitas di Penajam Paser Utara itu.
“Banyak orang jalan kaki, banyak orang bersepeda. Enggak ada banjir, enggak ada macet,” kata Jokowi saat membuka acara pencanangan sensus penduduk di Istana Negara, Jakarta pada 24 Januari 2020, dikutip dari Kompas.com.
Ucapan soal ini pun kembali dilontarkan saat Presiden Jokowi menjadi pembicara kunci dalam acara Indonesia Digital Economy Summit di Jakarta pada 27 Februari 2020.
“Ibu kota yang hijau. Tidak banjir dan tidak macet,” kata Jokowi.
Kenyataannya, sebelum pembangunan ibu kota baru selesai, banjir sudah melanda Kabupaten Penajam Paser Utara.
Pada 18 Desember 2021, sekurangnya 101 rumah di dua desa dan 1 kelurahan diterjang banjir.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Penajam Paser Utara Nurlaila menjelaskan, banjir berlangsung sejak 17 Desember 2021.
“Banjir terjadi akibat hujan pada pukul 14.00 WITA yang bersamaan dengan pasang tinggi air laut mulai pukul 16.00-18.00 WITA,” kata Nurlaila, dikutip dari Antara.
Nurlaila menyalahkan banjir pada hujan dan pasang air laut. Ia mengatakan, air sungai meluap sehingga berdampak pada naiknya tinggi muka air dan masuk ke rumah warga.
Luapan air sungai terutama berdampak pada warga yang bermukim di dekat bantaran sungai atau dekat saluran air yang meluap.
“Seperti di Kelurahan Sepaku terdapat jembatan penghubung antara RT 07 dan RT 04 mengalami longsor sebagian, sehingga mengakibatkan aktivitas warga terganggu,” ujar Nurlaila.
Namun, sejak 2019, Walhi, Forest Watch Indonesia (FWI) dan Trend Asia telah menyoroti ancaman berbagai bencana di lokasi calon ibu kota.
Ketua Bidang Mitigasi Bencana Persatuan Insinyur Indonesia Widjo Kongko mengatakan, Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara rentan menghadapi tsunami dan gempa.
Hal ini akibat Smong Megathrust Sulawesi Utara yang dapat mengundang tsunami kecil-sedang. Selain itu, smong nontektonik juga dapat menyebabkan longsor di lokasi ibu kota baru.
“Berdasarkan kajian hipotesis, potensi risiko dari gempa dan tsunami merupakan dampak dari wilayah lain, seperti dari Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan,” kata Widjo Kongko, dilansir dari laporan “Ibu Kota Baru untuk Siapa?”.
Banjir juga bukan hal aneh di lokasi calon ibu kota negara. Menurut Walhi, telah terjadi penggundulan hutan di hulu dan sedimentasi sungai akibat pertambangan.
Analisis FWI pada 2018 juga menyatakan Indeks Bahaya Banjir mencapai 0,75 dan Indeks Kerentanan Banjir di pesisir Kalimantan Timur di kisaran 0,25-0,75.
Itu artinya, sebagian besar hulu Teluk Balikpapan, termasuk di lokasi calon ibu kota negara berada dalam zona bahaya banjir.
Sebab itu, Walhi mewanti-wanti agar pembangunan tidak dilakukan di atas ekosistem mangrove yang mampu menahan banjir dan gelombang pasang.
Deputi Bidang Pengembangan Regional Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Rudy Soeprihadi Prawiradinata menyangkal lokasi ibu kota baru rawan banjir.
“Yang banjir itu nggak ada. Memang ada, tapi beda lokasi. Di Penajam Paser Utara, tapi bukan di IKN,” kata Rudy pada 24 Februari 2020.
“Kami sudah tahu mana yang banjir, 100 tahun pun kita sudah hitung. Kita sudah identifikasi calon-calon lokasi potensial itu semua aman. Kita pakai multi kriteria analisis,” ujarnya.
Artikel ini telah tayang di TribunKaltara.com dengan judul IKN Nusantara Pindah ke Kaltim Belum Bebas dari Gempa, Ada Patahan Sesar Maratua dan Mangkalihat, Kompas.com