Sejarah Tari Sakora Mukomuko,Dulu Dipentaskan Laki-Laki yang Didandani Seperti Wanita
Laporan Reporter TribunBengkulu.com, Panji Destama
TRIBUNBENGKULU.COM, MUKOMUKO – Tari Sakora, tari tradisional dari Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, dulunya ditampilkan untuk menghibur tuan putri Kerajaan Kesultanan Mukomuko.
Sekretaris sanggar seni Tari Gamat (Gabungan Anak Seni Tari) Awak, Despardi mengisahkan kepada TribunBengkulu.com.
“Dulu itu tuan putri ini hanya tinggal di dalam kerajaan, jadi raja saat itu risau untuk menghibur tuan putri saat itu,” jelasnya.
Despardi menuturkan, pada masa Kesultanan Mukomuko, sang raja saat itu memiliki ide untuk menghibur tuan putri dengan tari-tarian.
Lantas sang raja memanggil pendekar silat untuk menari menghibur tuang putri di dalam kerajaan.
“Zaman dahulu untuk kaum laki-laki dan perempuan itu susah bercampur atau bersosialisasi,” tutur Despardi.
“Jadi pihak kerajaan berinisiatif untuk mendandani par penari ini seperti perempuan, karena para penari saat itu merupakan laki-laki yang merupakan pendekar silat.”
Ternyata ada alasan dipilihnya pendekar silat, langkah dari gerakan tari sakora mirip seperti langkah silat, yaitu langkah 3.
Kemudian dari tari sakora ini ada 9 jenis tarian lagi. Sembilan tari ini menggambarkan kehidupan masyarakat Mukomuko pada zaman dahulu.
Tari sakora ditampilkan juga menggunakan atribut sapu tangan, selendang dan payung, yang dimainkan minimal 2 orang atau lebih.
“Ada 9 jenis tari sakora, dari pembukaan hingga penutup. Tari ini menggambarkan kehidupan masyarakat Mukomuko di zaman dahulu,” jelas Despardi.
“Seperti tari untuk penutupan ini, para penari nanti akan bertarung dengan seekor gajah, karena menggambarkan kesaktian pendekar silat di zaman dahulu.”
Meski memiliki sejarah panjang, ternyata tari Sakora saat ini kurang dikenal oleh masyarakat luas, khususnya di Mukomuko.
Namun pihaknya secara bertahap mengenalkan tari Sakora ini kepada masyarakat.
Sekarang, tari Sakora Mulai masuk dalam mata pelajaran di sekolah dari tingkat SD hingga SMA.
Harapannya, ada generasi penerus yang melestarikan tari Sakora.
Jika dulu tari sakora penarinya hanya untuk laki-laki yang didandani seperti perempuan.
Namun seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, tari sakora juga dimainkan oleh penari perempuan.
“Biasanya yang boleh memainkan tari sakora ini hanya laki-laki saja, namun karena perkembangan zaman, perempuan diperbolehkan untuk ikut menari, namun ada syaratnya perempuan dan laki-lakinya sudah menikah atau mahramnya,” kata Despardi.
Kemudian dalam proses tari sakora ini, ada 3 orang penggiring musik, untuk alat musik yang digunakan seperti kecapi dan gendang ditambah dengan orang yang membacakan pantun.
Untuk pembacaan pantun, biasa dibacakan merupakan kegiatan masyarakat Mukomuko di zaman dahulu.
“Biasanya pantun yang dibacakan merupakan pantun dari kehidupan sehari-hari masyarakat Mukomuko,” tutup Despardi. (**)