Pengusaha Sebut Stok Lampu Terancam Habis Imbas Permendag 36/2023
Ilustrasi lampu. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Asosiasi Industri Luminer dan Kelistrikan Indonesia (AILKI) mengaku terancam karena adanya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor setelah menuai banyak kritik.
Ketua AILKI, Lea Indra mengatakan, pada dasarnya pihaknya mendukung langkah pemerintah dalam mengatur trafik impor melalui Beleid tersebut, termasuk peran pemerintah mendorong kemajuan industri pencahayaan tanah air, mulai dari pertumbuhan investasi lokal hingga alih teknologi dan konservasi energi.
“Hanya saja, terdapat sejumlah kebijakan dalam beleid tersebut yang berpotensi mengancam kestabilan industri pencahayaan dan berdampak samping terhadap sektor lain di dalam negeri,” kata Lea dalam rilis resmi, Rabu (24/4).
Permendag 36 sebelumnya menuai banyak kritik, sampai Kemenko Perekonomian mengadakan rapat terbatas dan memutuskan beberapa poin salah satunya menyatakan akan mengatur penerapan masa transisi perubahan aturan tersebut sehingga tidak menimbulkan kendala dan permasalahan dalam praktek di lapangan, juga menyepakati untuk memberikan penundaan terkait implementasi Pertimbangan Teknis (Pertek) atas beberapa komoditas yang akan disepakati kemudian.
AILKI menyambut positif langkah pemerintah tersebut. Menurut Lea hal itu bisa membuat pelaku industri tetap bisa melakukan impor guna memenuhi tuntutan pasar. Menurutnya upaya tersebut juga perlu dilakukan agar bisnis dapat terus berlangsung tanpa ada black-out period.
“AILKI meminta agar pemerintah mengikutsertakan komoditas lampu dan industri pencahayaan termasuk komponen pendukung produksi dalam kelompok yang diatur dalam penundaan tersebut,” kata Lea.
AILKI memandang pemerintah juga perlu untuk memperpanjang masa transisi agar dapat mengantisipasi berbagai kendala yang dapat terjadi. “Ini sangat urgent, apalagi komoditas lampu dan turunan lainnya merupakan hal yang esensial dan sangat dibutuhkan oleh industri nasional di berbagai lini,” sambung Lea.
Stok Lampu Bisa Habis
Lea membeberkan beberapa tantangan yang dihadapi oleh para pelaku usaha di industri pencahayaan saat ini terkait dengan kebijakan tersebut, misalnya seperti kesiapan sistem proses permohonan Persetujuan Impor (PI) yang diajukan oleh importir. Kemudian, pengajuan Pertimbangan Teknis (Pertek) dan PI yang memakan waktu sehingga menimbulkan black-out period.
Juga, belum banyak tersedia industri lokal yang mampu memenuhi kriteria pencahayaan berkualitas, terutama yang menggunakan teknologi canggih, sehingga masih membutuhkan impor.
“Dengan adanya pembatasan impor, AILKI memprediksi banyak perusahaan anggotanya yang akan mulai kehabisan stok lampu untuk dapat didistribusikan kepada masyarakat ataupun supplier pada Juni 2024. Hal ini tak lepas karena black-out period yang terjadi di mana para pelaku industri tidak dapat melakukan impor lampu tambahan di periode selanjutnya untuk memenuhi kebutuhan pasar yang ada,” kata Lea.
Selain itu, Lea juga menyebutkan pentingnya kesiapan terkait mekanisme perhitungan kuota impor yang transparan, sebagaimana dirasakan oleh beberapa anggota AILKI.
Ke depannya AILKI khawatir jika pembatasan impor terhadap industri pencahayaan dan komponen pendukung produksi lainnya tidak segera ditinjau kembali maka dampaknya akan semakin meluas dan mengganggu perekonomian.
“Selain itu, dengan berkembangnya lampu pintar sekarang ini, industri pencahayaan punya peran penting dalam mendukung upaya penghematan energi. Oleh sebab itu, sebagai bentuk komitmen kami dalam memajukan industri pencahayaan Indonesia, kami turut membutuhkan dukungan semua pihak, termasuk pemerintah,” tukas Lea.