Pakar Sebut 26 Menteri Cukup dalam Kabinet: Banyak Kementerian Saling Tabrak
foto
TEMPO.CO, Jakarta – Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas (Unand) Padang, Feri Amsari, menanggapi soal komposisi kabinet pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang diyakini akan gemuk. Hal ini lantaran ada wacana Prabowo yang ingin menambah menteri atau kementerian, hingga upaya merangkul semua partai politik masuk koalisi pendukung pemerintah.
Dalam Kajian Pusat Studi Konstitusi Unand, Feri menyatakan Indonesia hanya membutuhkan 26 menteri. Selain itu, sudah ada aturan yang mengatur bahwa maksimal jumlah yang ditetapkan ialah 34 kementerian.
Dia mengusulkan bahwa sebaiknya jumlah menteri yang saat ini disebut-sebut berjumlah 41, dikurangi menjadi 26 orang tanpa mengurangi jumlah kementerian. Maksudnya, kementerian tetap berjumlah 34, namun ada menteri yang bisa memegang beberapa kementerian yang saling terkait.
“Apa sebab? Ada dua sebab. Bahwa banyak di antara kementerian itu saling tabrakan satu sama lain. Misalnya saya contohkan dalam objek yang sama, yang butuh aturan kementerian, contoh desa, bisa bertemu Kementerian Desa, Kementerian Dalam Negeri, KLHK, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian dan lain-lain,” kata dia dalam diskusi di Ruang Belajar ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa, 7 Mei 2024.
Jika terlalu banyak kementerian, warga di desa atau penggiat yang ingin berbisnis di desa bisa kebingungan lantaran setiap menteri membuat aturan yang bertabrakan dengan objek yang akan mereka kelola.
“Orang seluruhnya bingung. Masing-masing menteri bertahan. Jadi kementerian bukan lagi membuat pemerintahan dan tata kelola pemerintahan menjadi efektif, tetapi membuat bingung orang,” kata pemeran dari film Dirty Vote itu.
Feri pun menjelaskan bahwa kabinet berasal dari lemari yang artinya adalah ruang-ruang kecil. Sehingga ruang kecil itu tak akan cukup ruang jika diisi oleh orang banyak orang. Namun, dia menyebut kondisi perpolitikan terkini tidak bisa seperti itu lagi lantaran banyak kepentingan yang harus diakomodir.
“Jadi kabinet saja artinya adalah kelompok orang-orang kecil yang ada di ruangan kecil, yang menjadi kepercayaan penguasa. Aneh kan kalau kabinet diisi orang banyak? Menyalahi asal kata, sejarah, dan menyalahi pemerintahan yang efektif. Jadi, kalau ada yang mau mempertahankan (tambah menteri), tujuannya sudah pasti beda,” kata Feri.
Dia pun menyebut konyol jika ada kebijakan menambah jumlah menteri dan kementerian di tengah beban kebutuhan negara yang melonjak dan utang yang meningkat.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman sebelumnya memnyampaikan pihaknya tidak memungkiri ada wacana menambah jumlah kementerian dari saat ini yang berjumlah 34 menjadi 41 kementerian.
Menurut Habiburokhman, dalam konteks Indonesia, semakin banyak jumlah kementerian justru baik bagi pemerintahan dan pelayanan publik karena Indonesia merupakan negara besar yang memiliki target sekaligus tantangan yang besar untuk meraihnya. “Jadi, wajar kalau kami perlu mengumpulkan banyak orang (untuk) berkumpul di dalam pemerintahan sehingga menjadi besar,” ujar dia, Senin, 6 Mei 2024.
Pilihan Editor: Penambahan Kursi Kabinet Jadi 41 Menteri Disebut Cuma Habiskan Anggaran