Bagaimana Hukum Meninggalkan Salat Jumat karena Pekerjaan? Begini Penjelasannya

TRIBUNBENGKULU.COM – Salat Jumat merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan umat muslim terkhusus bagi para lelaki.

Hari Jumat merupakan hari yang paling istimewa bagi umat muslim, karena banyaknya amalan yang bisa dilakukan di hari Jumat.

Bahkan apabila kita melakukan kebaikan di hari Jumat, maka pahala kita akan dilipat gandakan.

Dalam satu hadits dijelaskan bahwa mereka yang tidak mengerjakan salat Jumat akan dikunci hatinya oleh Allah. Dari Jabir bin Abdillah, berikut bunyi sabda Rasulullah.

“Siapa yang meninggalkan salat Jumat sebanyak 3 kali, bukan karena darurat atau halangan maka Allah akan mengunci hatinya,” (HR Ibnu Majah).

Banyak pertanyaan yang muncul di masyarakat tentang bagaimana hukumnya meninggalkan sholat Jumat karena pekerjaan? untuk mengetahuinya simak penjelasannya di bawah ini.

Instansi swasta atau lembaga negara umumnya menyediakan lokasi sekaligus waktu istirahat siang untuk pegawai melaksanakan salat Zuhur dan salat Jumat.

Lantas bagaimana dengan pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan karena darurat karena berkaitan dengan kelangsungan hidup masyarakat, pasalnya jika tidak langsung ditindaklanjuti akan menimbulkan mudarat yang luar biasa.

Dalam kondisi pekerjaan yang seperti ini, ada baiknya kita mengikuti prosedur pekerjaan tersebut. Az-Zarkasyi mengatakan:

استؤجر لعمل مدة فأوقات الصلاة مستثناة فلا ينقص من الأجر شيء سواء الجمعة وغيرها وعن ابن سريج أنه يجوز له ترك الجمعة بهذا السبب حكاه في أواخر الإجارة

Bila seseorang menerima upah atas suatu pekerjaan dalam jangka waktu tertentu, maka waktu salat dikecualikan.

Pahalanya tidak berkurang sedikitpun (karena pengecualian itu) baik salat Jumat maupun shalat lainnya.

Dari Ibnu Suraij, dikatakan bahwa seseorang boleh meninggalkan salat Jumat karena sebab tersebut seperti dihikayatkannya di akhir bab Ijarah,” (Az-Zarkasyi, Khabaya Az-Zawaya, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 1996 M/1417 H], cetakan I, halaman 67).

Pekerjaan yang menuntut karena keadaan yang darurat semacam itu dapat menjadi alasan secara syar’i bagi seseorang untuk meninggalkan shalat Jumat.

Kondisinya dapat dianalogikan dengan orang-orang yang terisolasi sehingga uzur mengikuti ibadah shalat Jumat sebagai keterangan Az-Zarkasyi berikut ini:

لا يأثم المحبوس المعسر بترك الجمعة

Orang tahanan yang sulit tidak berdosa meninggalkan Jumat,” (Az-Zarkasyi, Khabaya Az-Zawaya, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 1996 M/1417 H], cetakan I, halaman 67).

Dari dua hadits tersebut bisa disimpulkan jika seseorang dalam keadaan pekerjaan yang darurat diperbolehkan meninggalkan salat Jumat, dan orang yang demikian ia tidak berdosa karena meninggalkan salat Jumat, meski begitu ia wajib menggantinya dengan salat Zuhur.

Keringanan hukum seperti ini hanya berlaku untuk mereka yang berada dalam keadaan darurat, dalam artian hukum seperti ini hanya berlaku untuk orang yang bekerja dalam kondisi darurat dan tidak berlaku untuk semua profesi pekerjaan.