Menaruh Harapan kepada PDIP dan PKS untuk Menjadi Oposisi
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Febryan A, Eva Rianti, Antara
Pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan sengketa hasil Pilpres 2024, dan penetapan pasangan Prabowo-Gibran sebagai pemenang pilpres oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), satu per satu partai politik (parpol) yang sebelumnya menjadi lawan paslon 02 memberi sinyal merapat ke kubu pemenang. Untuk menjaga iklim demokrasi tetap sehat, sebagian pengamat dan peneliti politik berharap akan tetap adanya parpol yang bersedia menjadi oposisi.
“Mestinya PDI Perjuangan harus konsisten, ya, karena partai ini juga terbiasa untuk beroposisi. Jadi, tidak ada salahnya kalau PDI Perjuangan tetap beroposisi,” kata Guru Besar Ilmu Politik Universitas Andalas Prof. Asrinaldi, Selasa (30/4/2024).
Asrinaldi mengatakan bahwa tidak masalah PDI Perjuangan menjadi oposisi pada periode pemerintahan mendatang karena telah menjadi partai penguasa selama dua periode, yakni 2014—2019 dan 2019—2024. Menurutnya, tradisi demokrasi harus terus dibangun dan harapan itu ada di PDIP.
“Dalam konteks kekuatan penyeimbang di parlemen, tentu harus ada upaya untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Tradisi demokrasi yang terus dibangun oleh PDI Perjuangan inilah yang diharapkan itu nanti,” ujarnya.
Asrinaldi memperkirakan, selain PDIP, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berpeluang menjadi oposisi. Jika kedua parpol itu menjadi oposisi, demokrasi selama pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka tetap terbilang sehat.
“Ya, paling tidak mereka punya pandangan yang sama bahwa porsi mereka di luar pemerintahan, dan mengawasi Prabowo-Gibran. Dengan cara seperti itu, demokrasi akan sehat,” katanya.
Peneliti senior dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Lili Romli mengatakan, PDIP dan PKS menjadi harapan terakhir untuk duduk di kursi oposisi. Menurutnya, kekuatan oposisi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih tetap dibutuhkan secara signifikan agar ada kontrol serta pengawasan terhadap pemerintah. Jika tidak ada oposisi, menurutnya kebijakan yang dimunculkan cenderung merugikan rakyat seperti di era Orde Baru.
“Kalau semuanya masuk, ya wassalam, DPR betul-betul tidak memainkan peran,” kata Lili dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin lalu.
Lili menilai saat ini Presiden Terpilih Pilpres 2024 Prabowo Subianto ingin merangkul semua partai yang ada di luar koalisi pendukungnya, yakni Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), hingga PKS. Namun belakangan, Prabowo baru melakukan komunikasi secara langsung dengan Nasdem dan PKB.
“Yang tersisa adalah PDIP, nah kalau PDIP kita ketahui juga ada dua faksi yang ingin tetap menjadi oposisi, dan ada yang ingin bergabung,” kata dia.
Dia juga mengatakan ada sejumlah anggapan-anggapan bahwa para anggota DPR akan tetap memainkan fungsi pengawasan walaupun partai-nya berkoalisi dengan pemerintahan. Namun, dia menilai pengawasan itu tidak akan setajam jika partai dari anggota DPR tersebut menjadi oposisi.
Untuk itu, dia mengatakan bahwa demokrasi akan tetap bertahan jika tokoh-tokoh politik dan petinggi partai berkomitmen untuk menjadikan demokrasi sebagai sistem bernegara di Indonesia, dan tidak ada selintas pemikiran pun untuk kembali ke otoritarianisme seperti di masa silam. Apalagi, menurutnya saat ini ada dengungan-dengungan agar Indonesia kembali menganut Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 murni yang belum diamandemen.
“Saya berharap ada komitmen partai-partai dan elite politik untuk menjadikan demokrasi sebagai bentuk pemerintahan terbaik untuk Indonesia,” kata dia.
Peneliti BRIN lainnya, Prof Firman Noor pun mengatakan, sebuah negara akan kuat dan makmur bila unsur oposisinya juga memiliki kekuatan sesuai dengan prinsip demokrasi. Menurutnya, hal itu sudah terbukti karena negara-negara yang paling makmur di dunia justru memiliki porsi oposisi yang kuat sebagai rekan pemerintah yang menjalankan pengecekan dan pengawasan.
“Jadi saya kira tidak masuk akal kalau ada oposisi berarti tidak stabil,” kata Firman.
Dengan adanya wacana Partai Nasdem dan PKB yang bergabung dengan koalisi pemerintahan mendatang maka potensi oposisi hanya sebesar 25 persen. “Sekarang sepertinya oposisi akan menjadi minoritas, sekitar 25 persen saja atau lebih kurang, kandidatnya PKS dan PDIP,” kata dia.
Firman memprediksi bahwa saat ini akan terjadi power regrouping atau rekonsiliasi politik hingga masa pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Partai-partai politik pun, menurut dia, bakal mencair dan bergerak sesuai dengan kepentingannya masing-masing.
Selain itu, menurut dia, ada sejumlah partai politik yang tidak terbiasa berada di luar pemerintahan maka partai tersebut pun bakal mencari cara untuk masuk ke dalam pemerintahan guna menghindari perpecahan di internal partai. “Dan akan gayung bersambut karena memang ini terkait dengan banyak hal,” kata dia.
photo
Lima hakim MK menolak permohonan pemohon dalam putusan sengketa Pilpres 2024. Tiga lainnya mempunyai pendapat berbeda. – (Republika)
PDIP akan memutuskan bakal menjadi partai oposisi atau pendukung pemerintahan Prabowo-Gibran dalam rapat kerja nasional (rakernas) pada 26 Mei 2024. “Kalau itu (sikap PDIP) kan nanti di Rakernas di tanggal 26. Tunggu saja,” kata Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PDIP, Utut Adianto kepada wartawan usai berkunjung ke Kantor DPP PKS, Jakarta Selatan, Sabtu (27/4/2024).
Utut menyebut, keputusan akan diambil dalam rakernas dengan mempertimbangkan usulan-usulan dari “bawah” seperti Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDIP seluruh Indonesia. “Jadi sekali lagi, kita dalam tatanan ini dan sikap kita seperti apa, nanti akan ada di rakernas,” ujarnya.
Selain menentukan sikap politik atas pemerintahan Prabowo-Gibran, kata Utut, PDIP dalam rakernas juga melakukan evaluasi atas hasil Pileg 2024. Pasalnya, jumlah kursi yang didapatkan PDIP dalam Pileg DPR dan DPRD provinsi turun. “Kita bertambah hanya di (DPRD) kabupaten/kota,” ujarnya.
Kendati belum membuat keputusan, tapi arah politik partai berlogo banteng moncong putih itu sudah terlihat. Elite PDIP diketahui tak satupun yang hadir saat KPU menetapkan Prabowo-Gibran sebagai presiden-wakil presiden terpilih pada Rabu (24/4/2024). Di sisi lain, PDIP juga masih menggugat KPU atas dugaan melakukan perbuatan melawan hukum karena menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres.
PDIP dijadwalkan akan menggelar rakernas pada 24, 25, 26 Mei 2024. Ketua DPP PDIP, Ahmad Basarah mengatakan bahwa rakernas akan menjadi forum untuk mendengarkan aspirasi dari pengurus partai berlambang kepala banteng itu. Di mana aspirasi tersebut akan disampaikan kepada Megawati Soekarnoputri selaku ketua umum.
“Hal-hal yang menyangkut kebijakan strategis partai ke dalam dan keluar, berlaku apa yang kami sebut hak prerogatif Ketua Umum PDI Perjuangan. Maka dengan itu, dengan arahan Ibu Megawati dalam Rakornas ini, akan digelar rapat kerja nasional yang InsyaAllah akan kami lakukan pada bulan Mei mendatang,” ujar Basarah di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Senin (22/4/2024) malam.
Rakernas juga akan menjadi forum musyawarah untuk menentukan sikap PDIP ke depan. Namun, segala keputusan tetap berada di tangan Megawati selaku pemegang mandat dari Kongres V PDIP.
“Pemegang hak prerogatif kongres, untuk kemudian di sanalah akan menentukan sikap politiknya, akan berada atau di luar pemerintah,” ujar Basarah.
Adapun sebelumnya, seluruh ketua umum partai politik pengusung Ganjar Pranowo-Mahfud MD diketahui berkumpul di kediaman Megawati usai putusan MK. Hanya Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang yang menjelaskan sedikit isi pertemuan tersebut.
Ia mengungkapkan, kehadiran mereka di kediaman Megawati untuk merespon putusan MK tersebut. Selain itu, mereka disebut membicarakan kemungkinan berada di luar pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
“Itu (oposisi atau tidak) yang sedang kita bicarakan. Jadi saya tidak bisa membicarakan hal ini, karena ada di antara kita yang wajib untuk sebagai speaker, sebagai pembicara yang harus melakukan sesuai mekanisme kerja sama politik kita ini,” ujar OSO di depan kediaman Megawati, Jakarta.
Adapun, PKS belum menentukan sikap untuk bergabung dengan pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Presiden PKS Ahmad Syaikhu mengatakan pihaknya masih melakukan komunikasi dengan Partai Gerindra.
“Bagi kami enggak masalah, mau di luar atau di dalam (pemerintahan), kami punya pengalaman tersendiri ya,” kata Syaikhu saat menghadiri acara halalbihalal sekaligus pembubaran Timnas AMIN di kediaman Anies Baswedan di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Selasa (30/4/2024).
Syaikhu mengaku terus melakukan komunikasi dengan partai pimpinan Prabowo Subianto untuk rekonsiliasi, untuk kemudian menentukan sikap tegasnya ke depan. “Ada komunikasi-komunikasi dengan Partai Gerindra, Pak Prabowo ya, ya mudah-mudahan nanti lah pada akhirnya akan ada hal-hal yang mungkin akan diumumkan juga,” ujar dia.
Lebih lanjut, Syaikhu mengatakan sikap tersebut nantinya akan diputuskan oleh Majelis Syuro PKS. Namun belum dipastikan kapan Majelis Syuro tersebut digelar.
“Kebijakan untuk mengambil apakah itu di luar atau di dalam polisi atau oposisi sekali lagi ini dalam ranah Majelis Syuro atau badan pekerja Majelis Syura. Saya sebagai presiden PKS akan melaksanakan apapun kebijakan yang akan diambil oleh Majelis Syura,” jelasnya.
Ketua Fraksi PKS di DPR Jazuli Juwaini, menjelaskan, keputusan soal arah politik PKS akan diambil dalam forum musyawarah Majelis Syura PKS yang belum diungkapkan waktunya. Ia menyampaikan, PKS adalah partai politik yang konsisten mendorong kerja sama dan kolaborasi. Terutama dengan dengan seluruh komponen bangsa dan kekuatan politik.
“Kita tidak pernah membatasi diri bekerja sama dengan siapapun, karena tidak mungkin membangun bangsa dan negara tanpa kerja sama,” ujar Jazuli lewat keterangan tertulisnya, Senin (29/4/2024).
Saat pemilihan umum (Pemilu) 2024, PKS menawarkan berbagai gagasan kepada rakyat. Namun setelah kontestasi selesai, merupakan waktu untuk bersama membangun bangsa.
Pilihan soal koalisi atau oposisi setelah pemilu itu menurutnya merupakan hal yang teknis. Pada saat yang tepat, PKS pasti akan mengumumkan sikap resminya terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran.
Kendati demikian, ia menyampaikan bahwa hubungan PKS dan Prabowo sangatlah baik. Termasuk komunikasi dengan partai politik yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju.
“PKS punya pengalaman 10 tahun koalisi di masa Pak SBY dan 10 tahun oposisi di masa Pak Jokowi. Jadi oposisi nggak ada masalah, koalisi siap. Kita lihat dinamikanya,” ujar Jazuli.
photo
Raihan Suara Parpol di Pemilu 2024 – (Infografis Republika)