Melihat Nasib Kaum Minoritas dari Kasus Persekusi di Tangsel

Kasus pembubaran ibadah doa Rosario di Tangerang Selatan menambah daftar panjang kasus persekusi terhadap kelompok minoritas di Indonesia. Kasus ini dinilai menjadi cerminan lemahnya ekosistem toleransi di Tanah Air.

melihat nasib kaum minoritas dari kasus persekusi di tangsel

Konferensi pers pengungkapan kasus pembubaran kegiatan ibadah doa Rosario di Polres Tangerang Selatan, Selasa (08/05) yang dihadiri oleh sejumlah tokoh pemuka agama hingga perwakilan pemerintah daerah

Media sosial sempat digemparkan dengan beredarnya sebuah video yang dinarasikan sebagai aksi penggerebekan atau pembubaran paksa kegiatan ibadah doa Rosario di Tangerang Selatan (Tangsel), Banten.

Kejadian ini menambah daftar panjang kasus persekusi pada kelompok minoritas agama di Indonesia, demikian seperti diungkap oleh Indonesian Scholar Network on Freedom of Religion or Beliefs (ISFORB).

Berdasarkan hasil penelitian ISFORB, tren diskriminasi terhadap kelompok minoritas telah meningkat pascareformasi. Dan di masa pemerintahan Jokowi, kasus semacam ini semakin meningkat.

Hal ini dikuatkan oleh data yang disampaikan oleh lembaga SETARA Institute yang fokus dengan isu Kebebasan Beragama/Berkeyakinan (KBB). Data SETARA mengungkap, bahwa dalam periode tahun 2007 hingga 2022, terdapat setidaknya 573 kasus gangguan terhadap tempat ibadah dan peribadatan yang terjadi di Indonesia.

SETARA Institute menilai peristiwa di Tangsel itu merupakan cerminan dari lemahnya ekosistem toleransi di tengah tata kebinekaan Indonesia.

“Persekusi biasanya dipicu aktor yang menyulut kebencian”

Dalam wawancara kepada DW, Ketua ISFORB, Hurriyah, menjelaskan bahwa persekusi selalu diawali dengan adanya aktor yang memicu tindakan tersebut. Aktor ini, kata Hurriyah, biasanya membuat pernyataan-pernyataan yang bernada kebencian, mencap hingga memberikan stigma terhadap kelompok minoritas. Sehingga, hal ini berdampak pada pola pikir masyarakat sekitar.

Pernyataan Huriyah tersebut pun selaras dengan hasil konferensi pers pengungkapan kasus yang dilakukan oleh Polres Tangerang Selatan pada Selasa (07/05).

Dalam kronologi resmi yang dikeluarkan pihak kepolisian, kejadian disebut bermula saat seorang tersangka berinisial D, berupaya membubarkan kegiatan doa Rosario itu dengan cara berteriak. Namun, isi dari ujaran intimidasi tersebut tidak dijelaskan lebih lanjut oleh pihak kepolisian.

Kapolres Tangsel AKBP Ibnu Bagus Santoso mengatakan pihaknya telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus ini. Keempat tersangka ini disangkakan dengan pasal soal pengeroyokan dan pemilikan senjata tajam. Dan dari sejumlah pasal yang diterapkan, tersangka dapat didakwa dengan kurungan maksimal lima tahun kurungan penjara.

melihat nasib kaum minoritas dari kasus persekusi di tangsel

Kapolres Tangerang Selatan beserta perwakilan dari tokoh agama dan pemerintah memperlihatkan barang bukti berupa dua pucuk senjata tajam dan sejumlah pakaian dalam konferensi pers pengungkapan kasus pembubaran kegiatan doa

Kepada DW, Hurriyah mengaku setuju dengan pasal-pasal yang telah disangkakan kepada para tersangka tersebut. Meski begitu, dia meminta agar kasus ini terus dikawal, lantaran menurutnya, ada preseden buruk soal perkara persekusi yang pelakunya bebas dari hukuman.

Dia juga berpendapat bahwa negara harus hadir dalam menegakkan hukum dan menjamin kebebasan beragama untuk semua warga.

“Jadi negara tidak perlu masuk ke ranah agama, dalam artian memperdebatkan apakah ini bentuk penistaan atau bukan, apakah ini pelanggaran rumah ibadah atau bukan. Tetapi, yang perlu dilakukan oleh negara itu memproses orang-orang yang melanggar kebebasan beragama kelompok lain,” tutur Hurriyah.

Aturan negara bermasalah?

Kepada DW, Hurriyah menjelaskan bahwa ada banyak pola-pola gangguan keagamaan yang menimpa kelompok minoritas. Tindakan itu dapat berupa gangguan saat melakukan ibadah atau terhadap rumah ibadah, hingga gangguan terhadap individu atau kelompok yang didasari atas agama.

Dan saat ditanya soal kehadiran negara dalam mengakomodasi kelompok minoritas, Hurriyah menjawab bahwa sumber masalahnya terletak pada tatanan kebijakan.

Menurutnya, pemerintah Indonesia punya beragam aturan yang justru memfasilitasi agama atau kelompok tertentu, meski tak merinci aturan apa saja yang ia maksud.

Huriyah bahkan menyebut negara turut menghadirkan kebijakan yang sengaja mendiskriminasi kelompok agama tertentu. Terkait hal ini, ia mencontohkan Surat Keterangan Bersama (SKB) 3 Menteri tentang Ahmadiyah yang sebelumnya dikeluarkan pemerintah.

“Jadi di sisi regulasi, menurut saya negara memang masih punya banyak PR. Tidak memberikan perlakuan yang sama dan setara kepada semua agama di Indonesia,” ujar Hurriyah kepada DW.

melihat nasib kaum minoritas dari kasus persekusi di tangsel

Hurriyah, selaku Ketua Indonesian Scholar Network on Freedom Religion/Beliefs (ISNOFRB) atau Asosiasi Pengajar untuk Kebebasan Beragama dan Berkayakinan

Negara juga punya permasalahan dalam menjamin kebebasan warga negara untuk melaksanakan keyakinannya, kata Hurriyah. Menurutnya, hal ini tergambar jelas dalam SKB 2 Menteri terkait pendirian rumah ibadah yang bermasalah. Dia menyebut pendirian rumah ibadah di Indonesia punya syarat yang “ketat dan menyulitkan” kelompok minoritas.

“Kebijakan yang dibuat negara, peraturan kementerian itu, dibuat dengan cara pandang kelompok mayoritas, yaitu muslim,” ujar dia.

Hurriyah juga menilai bahwa kelompok mayoritas sering kali hanya melihat praktik ibadah agama lain dengan logika berpikir sendiri. Padahal, banyak aktivitas ibadah atau kegiatan keagamaan kelompok minoritas yang menurutnya tidak dipahami oleh kelompok mayoritas.

“Sehingga, kita mengasumsikan bahwa apa pun yang dilakukan semuanya adalah bentuk ibadah. Dan, karena ada aturan kementerian, regulasi kementerian yang memberi syarat untuk izin rumah ibadah, maka itu dijadikan justifikasi oleh masyarakat atau kelompok-kelompok tertentu untuk melakukan penolakan, untuk melakukan persekusi terhadap kelompok lain,” terang Hurriyah.

Hurriyah pun mengaku pihaknya beserta kelompok organisasi masyarakat lain yang fokus dengan isu KBB telah melayangkan masukan dan evaluasi kepada pemerintah. Salah satunya adalah menuntut pemerintah menghapus SKB-SKB kementerian yang menurut Hurriyah justru menjadi pemicu terjadinya persekusi.

Nasib minoritas pascapemilu 2024

Berbicara soal masa depan kelompok minoritas di Indonesia, menurut Hurriyah keadaannya bakal cenderung sama.

Berkaca dari pemerintahan SBY dan Jokowi, menurutnya ada kecenderungan pemerintah selalu mengakomodasi kepentingan kelompok Islam konservatif. Dan presiden terpilih, Prabowo Subianto, menurutnya juga berpotensi lakukan hal serupa. Pasalnya, rekam jejak pada Pilpres 2014 dan 2019 memperlihatkan Prabowo sebagai seorang politisi yang dekat dengan kelompok konservatif.

Hurriyah juga menyebut bahwa masyarakat Indonesia masih akan tetap dihadapkan dengan politisi-politisi sekuler yang sering menggunakan kebijakan keagamaan untuk mendapat dukungan kelompok mayoritas.

Sehingga, dia menduga pemerintah ke depan akan cenderung membuat kebijakan populis yang didukung suara mayoritas meskipun merugikan kelompok minoritas. “Itu pola yang saya kira paling menonjol di Indonesia pascareformasi,” pungkas Hurriyah.

(mh/gtp)

ind:content_author: Muhammad Hanafi

OTHER NEWS

26 minutes ago

Cardinals rookie Marvin Harrison Jr. sued by apparel manufacturer Fanatics for breach of contract

26 minutes ago

Mum-of-three, 35, sparks backlash after admitting she 're-homed' her family dog Socks after several months because of his 'size'

26 minutes ago

Green iron to go ahead under future industries push

26 minutes ago

Polar blast strikes Australia: Here's how cold it's going to get

26 minutes ago

Oil prices climb amid uncertainty over Iran president's fate, Saudi King's health

26 minutes ago

Comet fragment lights up skies over Spain and Portugal ‘like a movie’

26 minutes ago

Europe Sees Signs of Russian Sabotage but Hesitates to Blame Kremlin

26 minutes ago

Letters: Recognising Palestine is a simple decision that boils down to right versus wrong

26 minutes ago

Sena battle for Mumbai last up as LS poll race is set to conclude in Maharashtra

26 minutes ago

Call for Scots firm linked to orangutan row to be barred from renewable leases

26 minutes ago

Mum-of-three, 35, sparks backlash after admitting she 're-homed' her family dog Socks after several months because of his 'size'

26 minutes ago

Rebecca English: King advised to limit time with public at Garden Party

26 minutes ago

Dutton has been 'extremely shrewd' with the issues he's 'picked up on'

26 minutes ago

Why Volkswagen is sticking with PHEVs after its huge EV rollout

26 minutes ago

Elliott builds $1 billion-plus stake in Johnson Controls, Bloomberg reports

26 minutes ago

Fact Check: Edited Video Peddled As Modi Supporting AIMIM in Telangana

26 minutes ago

A golden celebration for 50 Calgary couples

26 minutes ago

Rudy Gobert hit the most unlikely shot of his life to cap Timberwolves’ historic comeback

31 minutes ago

“American Idol” Has a New Champion! Abi Carter Wins Season 22

32 minutes ago

Iranian President Raisi feared dead as helicopter wreckage found

32 minutes ago

'American Idol' 2024 winner revealed: Abi Carter takes the crown as Katy Perry departs

32 minutes ago

Labour Court checks Numsa on RAF strike scrummage call

32 minutes ago

Pandemic has cost Church of England 170,000 worshippers a week

32 minutes ago

‘Red alert’ in Delhi after temperature soars to 47C as heatwave grips India’s north

32 minutes ago

Possible ‘internal power struggle’ between various factions of Iranian regime

32 minutes ago

Man Utd win over Brighton fails to avoid worst-ever Premier League finish - 5 talking points

32 minutes ago

Ricky Stenhouse Jr.: ‘Just built-up frustration’ led to Busch altercation

32 minutes ago

Anthony Edwards, Nikola Jokic Share Heated Exchange At End Of Game 7

32 minutes ago

High-Potency Cannabis Linked to Dramatically Higher Risk of Psychotic Episodes

32 minutes ago

US judge blocks Biden-backed rule expanding gun background checks

32 minutes ago

Maharashtra Lok Sabha election 2024: BJP hopes onions won’t leave it weepy in Dindori

32 minutes ago

Ancient Petra: Unearthing latest archaeological findings

32 minutes ago

‘No grey clouds on the horizon’: Labor government doing ‘reasonably well’

32 minutes ago

Nuggets Coach has post-game meltdown in interview while Timberwolves celebrate

32 minutes ago

Walsh on track for Broncos after double knee knock

32 minutes ago

Edwards leads Wolves back from 20-point deficit for 98-90 win over defending NBA champion Nuggets

33 minutes ago

Hall of Fame center Jim Otto, 'Mr. Raider,' dies at 86

34 minutes ago

'Whatever the city needs and our community needs' | Hope City Church serves thousands in need after Thursday's storm

34 minutes ago

Frisco sees spike in bobcat, coyote sightings as summer season approaches

35 minutes ago

This 35-year-old turned a local Indonesian coffee stall into a unicorn startup — today it brings in $100 million a year

Kênh khám phá trải nghiệm của giới trẻ, thế giới du lịch