Koalisi AMIN Sudah Renggang,Tapi Tim Hukumnya Malah Percaya Diri Optimis Menang di MK
TRIBUN-MEDAN.COM – Co-captain Timnas Anies-Muhaimin (AMIN), Sudirman Said menyebut hubungan internal Koalisi Perubahan mulai renggang karena kesibukan kepentingan internal masing masing. “Dalam proses (kepentingan internal) kalau dikatakan agak renggang ya wajar lah kan fungsinya berbeda,” kata Sudirman, Rabu (18/4/2024).
Namun, di sisi lain, tim hukum pasangan calon (paslon) nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, mengatakan, pihaknya optimistis menang di Mahkamah Konstitusi (MK) akan mendiskualifikasi calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka dari pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
Diketahui, 8 hakim MK akan membacakan putusan terkait sengketa Pilpres 2024 pada Senin (22/4/2024) besok.
“Kalau yang terkait fakta persidangan dan proses persidangan yang berjalan, saya sangat optimis bahwa ada potensi untuk diskualifikasi. Minimal itu diskualifikasi untuk cawapres nomor urut 2,” ujar tim hukum AMIN, Sugito Atmo Prawiro dalam diskusi virtual Trijaya, Sabtu (20/4/2024).
“Karena di dalam putusan KPU (Komisi Pemilihan Umum) 1632 itu jelas lho konsideran yang terkait dengan pertimbangan itu bukan keputusan KPU Nomor 23, tapi tetap menggunakan keputusan KPU Nomor 19. Padahal, itu sebenarnya setelah penetapan. Bahwa dalam keputusan KPU Nomor 19 kan dijelaskan bahwa untuk persyaratan presiden dan wapres setelah di atas umur 40 tahun,” katanya lagi.
Sugito menjelaskan, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pun telah memutuskan KPU melanggar kode etik berat ketika meloloskan Gibran sebagai cawapres.
Sebab, menurut dia, meski Gibran belum berusia 40 tahun tetapi KPU tetap menerima pendaftaran anak Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut sebelum ubah Peraturan KPU.
“Jadi, kalau yang lainnya itu menurut saya hanya sekadar tambahan aksesoris. Tapi dalam fakta yuridis di dalam persidangan itu sangat menguatkan bahwa potensi untuk diskualifikasi nomor urut 2 sangat besar. Minimal diskualifikasi cawapres,” ujar Ketua Bantuan Hukum Front Persaudaraan Islam (FPI) ini.
Menurut Sugito, jika betul Gibran didiskualifikasi sebagai cawapres, pemungutan suara ulang akan dilakukan secara menyeluruh.
Dia mengklaim bahwa pergantian pasangan dalam kontestasi pemilu banyak terjadi di pilkada.
Oleh karena itu, Sugito meyakini Prabowo Subianto harus mengganti cawapresnya.
“Sangat optimis itu. Karena dengan proses pembuktian sari saksi ahli kita, dari saksi ahli (paslon) 03 juga sudah dijelaskan semacam itu. Bahwa tidak ada alasan untuk tidak bisa lakukan pemungutan suara ulang terkait diskualifikasi cawapres nomor urut 2,” ujarnya.
“Saya kira, kita inginnya tetap diskualifikasi supaya ada penggantian cawapres nomor urut 2 untuk minimalnya. Jadi batal putusan KPU Nomor 360,” kata Sugito melanjutkan.
Koalisi Perubahan Sudah Renggang
Di sisi lain, Koalisi Perubahan untuk Persatuan yang mengusung pasangan AMIN tak lagi solid.
Kondisi ini membuat koalisi yang berisi Partai Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dalam bayang-bayang perpecahan.
Penyebabnya, masing-masing partai di Koalisi Perubahan mulai sibuk dengan kepentingan mereka.
Hal ini pun membuat soliditas di antara mereka mulai terpinggirkan.
Ketika Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mulai memperlihatkan hasilnya, muncul teka-teki mengenai nasib keutuhan Koalisi Perubahan ke depan.
Terlebih, capres nomor urut 2, Prabowo Subianto mulai melakukan pendekatan dengan menemui Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh di Nasdem Tower, Jakarta, Jumat (22/3/2024).
Kala itu, Surya Paloh menyambut kehadiran Prabowo yang sebelumnya menjadi lawan politiknya di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 dengan menggelar karpet merah.
Prabowo menyatakan pertemuan tersebut tak lain bertujuan untuk mengajak Surya Paloh supaya partainya bergabung ke Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang mengusungnya menjadi pemenang di Pilpres 2024. “Saya selalu menawarkan, saya selalu mengajak,” kata Prabowo.
Surya Paloh pun tak menampik kemungkinan Nasdem bergabung ke dalam pemerintahan ke depan.
Menurutnya, kemungkinan apa pun dalam dunia politik di Indonesia bisa saja terjadi. “Kita lihat perkembangan ke depan. Fifty-fifty possibility ya,” kata Surya Paloh.
Tegaskan Solid
Tak berselang lama, PKB yang menjadi bagian Koalisi Perubahan merespons pertemuan Surya Paloh dengan Prabowo tersebut.
PKB menyatakan bahwa Koalisi Perubahan tetap solid meski Surya Paloh baru saja menjamu secara spesial atas kehadiran Prabowo.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKB, Daniel Johan mengatakan, koalisi pengusung Anies-Muhaimin tetap solid.
Soliditas ini diperkuat dengan pengajuan Koalisi Perubahan untuk menggugat hasil Pilpres 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Iya (tetap solid) dan sedang berjalan kan (gugatan di MK),” ujar Daniel, Minggu (24/3/2024) lalu.
Daniel mengaku, pihaknya belum memahami apa maksud pernyataan Surya Paloh bahwa partainya memiliki kemungkinan 50:50 untuk bergabung dengan kubu Prabowo.
Menurut dia, sejauh ini belum terdapat pembahasan menyangkut sikap Surya Paloh itu dalam Koalisi Perubahan. “Belum paham, belum bahas itu,” ujar Daniel.
Lebih lanjut, Daniel mengaku pihaknya belum mendengar apakah pihak Prabowo berkomunikasi dan akan menemui Muhaimin sebagaimana telah menemui Surya Paloh.
“Saya belum dengar,” katanya.
Sudirman Said Akui Koalisi Perubahan Mulai Retak
Kendati berulang kali ditegaskan solid, nyatanya internal Koalisi Perubahan mulai mengalami keretakan. Masing-masing partai mulai tak lagi solid.
Co-captain Timnas Anies-Muhaimin, Sudirman Said menyebut hubungan internal Koalisi Perubahan mulai renggang karena kesibukan kepentingan internal masing-masing.
“Dalam proses (kepentingan internal) kalau dikatakan agak renggang ya wajar lah kan fungsinya berbeda,” kata Sudirman saat ditemui Kompas.com di kediamannya di Brebes, Jawa Tengah, Rabu (18/4/2024).
Sudirman mengatakan, dalam Koalisi Perubahan setidaknya ada tiga entitas yang berbeda.
Entitas ini memiliki kepentingan internal masing-masing. Entitas pertama, Anies yang merupakan orang di luar partai yang punya kepentingan internal sendiri.
Kedua, entitas koalisi partai yang mencalonkan Anies-Muhaimin.
Entitas ini, kata Sudirman, merasa tugasnya selesai setelah mencalonkan Anies.
Sebab itulah, kata Sudirman, tidak terlihat banyak dukungan partai koalisi saat Anies memperkarakan hasil pilpres di MK.
“Calonnya bertanding (dalam pemilu) kemudian hasilnya begitu sekarang entitas calon yang memproses ke MK. jadi ini punya batas waktu,” jelas Sudirman.
Entitas ketiga adalah entitas partai politik yang masing-masing memiliki otonomi sendiri.
Ada partai yang mempertimbangkan bergabung dengan capres-cawapres terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, atau punya strategi tertentu.
“Saya sih melihatnya ini suatu normal saja dan proses transisi ini,” tandasnya.
(*/tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter
Artikel ini telah tayang di Kompas.com