Kisah Kakak Adik Mbah Putriyah dan Hotipah dari Sumenep,Tinggal di Gubuk,70 Tahun Tak Dapat Bansos
TRIBUNTRENDS.COM – Pilu nasib Mbah Putriya dan Mbah Hotipah sepasang kakak adik asal Sumenep, Jawa Timur.
Mbah Putriya sang kakak kini berusia 70 tahun, sedangkan Hotipah adiknya berusia 64 tahun.
Keduanya tinggal di sebuah gubuk di Desa Brakas Dajah, Desa Guluk-guluk, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur.
Gubuk rumah mereka hanya berukuran 7×7 meter dan berlantai tanah.
Setiap malam, mereka tidur hanya beralaskan tikar.
Dua orang nenek bernama Hotipah (64) dan Putriya (70) hidup dalam keterbatasan di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur (Kompas.com)
Tempat tidur mereka pun jadi satu dengan tempat memasak.
Selama puluhan tahun, mereka bertahan dalam keterbatasan di Desa Brakas Dajah, Desa Guluk-guluk, Kabupaten Sumenep.
Meski kondisi keduanya memprihatinkan, dua nenek itu luput dari perhatian pemerintah setempat.
Nenek bersaudara itu mengaku tak pernah sekali pun menerima bantuan sosial (Bansos) baik dari pemerintah daerah Kabupaten Sumenep atau pun dari pemerintah pusat.
“Sejak dulu sampai sekarang saya tidak pernah mendapatkan bantuan (sosial) dari pemerintah.
Biasanya bantuan dari warga sekitar,” kata Hotipah di kediamannya, Senin (22/4/2024).
Dua orang nenek di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, bernama Hotipah (64) dan Putriya (70) hidup dalam keterbatasan.
Derita nenek Hotipah dan Putriya berlanjut saat hujan datang.
Atap gubuk reyotnya tak sanggup menahan air hingga menyebabkan kebocoran.
Keduanya selalu dihantui rasa khawatir atas ketahanan tempat tinggal yang mereka tempati.
Dua orang nenek bernama Hotipah (64) dan Putriya (70) hidup dalam keterbatasan di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. (Kompas)
Gubuk reyot berukuran 7×7 juga tak sempurna.
Penyangga hingga dinding yang terbuat dari bambu terlihat bolong dan rapuh.
“Kalau angin kencang selalu khawatir takut roboh,” kata dia.
Kendati hidup dalam keterbatasan, keduanya tetap menunjukkan ketabahan yang luar biasa.
Keduanya tetap berusaha bekerja semampunya untuk bisa bertahan hidup.
Mereka berdua harus mengandalkan bekerja sebagai buruh tani, yang upahnya sangat minim.
Bahkan, biasanya mereka hanya mendapatkannya jika ada warga yang membutuhkan bantuan di ladang.
“Kalau ada tentangga minta tolong agar sawahnya dibabat atau bantu memanen padi, saya bantu.
Biasanya langsung dikasih upah,” tuturnya.
Hotipah mengaku, ia hanya hidup berdua dengan Putriya.
Anggota keluarga yang lain sudah meninggal dunia dan beberapa lagi memilih merantau ke luar daerah.
Mereka mengaku sudah lama tak saling bertukar kabar.
“Semoga pemerintah masih peduli dengan nasib orang-orang seperti kita,” pungkasnya.
Kisah Serupa, Mbah Semi Lansia Sebatang Kara Tak Dapat Bansos
Kisah seorang lansia yang hidup sebatang kara namun tidak mendapatkan bantuan sosial (bansos).
Adapun lansia tersebut diketahui bernama Mbah Semi.
Sehari-hari Mbah Semi menyambung hidupnya dengan bekerja menjadi pembuat kerupuk lempeng khas Magetan.
Kisah Bu Semi bikin Menteri Sosial Tri Rismaharini menangis ketika mendengar kisah sang lansia dari Anggota Komisi VIII DPR RI Muhammad Ali Ridha saat rapat kerja, Selasa (19/3/2024).
Ridha mengisahkan, dirinya pernah menyambangi rumah warga Magetan bernama Bu Semi yang berusia 90 tahun namun hidup sebatang kara.
“Bu Semi hidup sebatang kara dan dia harus menghidupi dirinya sendiri dengan bekerja membuat kerupuk lempeng dengan bayaran Rp 5.000 dan itu tentu tidak cukup untuk menghidupi dirinya,” ujarnya saat rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI, Jakarta, Selasa (19/3/2024).
Ridha bilang, penghasilan tersebut tentu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Hal ini terbukti dari ketika Ridha mendatangi rumah Mbah Semi, dia melihat Mbah Semi hanya memasak tahu dan kacang panjang rebus.
“Orang ini memang sebatang kara dan kebetulan dia memasak.
Mohon maaf bu karena tidak ada beras, dia harus memakan tahu dan kacang panjang yang direbus tanpa menu apapun,” ucapnya dengan suara bergetar.
Menteri Sosial Tri Rismaharini menangis ketika mendengar kisah Mbah Semi dari Anggota Komisi VIII DPR RI Muhammad Ali Ridha saat rapat kerja siang ini, Selasa (19/3/2024).
Sementara itu, tangis Risma pun pecah mendengar kisah Mbah Semi. Dia mengusap air matanya dengan tisu.
Dengan kondisi tersebut, dia mengungkapkan, Bu Semi rupanya tidak terdata di dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebagai Keluarga Penerima Manfaat (KPM) bantuan sosial.
“Yang kasihan itu dia seringkali melihat tetangganya menerima beberapa kali bantuan, ya mungkin tetangganya juga layak dibantu, tetapi dirinya tidak menerima bantuan,” ungkapnya.
Dari temuan itu, dia pun menyoroti mengenai masyarakat kurang mampu yang seharusnya terdata menjadi KPM bansos namun namanya tidak terdaftar di DTKS.
Sementara di sisi lain, banyak masyarakat yang keadaan ekonominya lebih layak justru menjadi KPM bansos lantaran nama yang sudah terdata di DTKS sulit untuk dihapus.
Oleh karenanya, dia meminta agar Risma selaku Mensos dapat membenahi sistem ini agar program bansos dapat lebih tepat sasaran.
“Ketika saya datang ke sana wajah Bu Menteri yang saya lihat karena begitu berat dan banyaknya tugas yang harus diemban tetapi kita sama-sama memiliki niat yang baik yang sama untuk bagaimana program bantuan ini bisa tepat sasaran,” tuturnya.
Ucapan penutup dari Ridha itu membuat Risma menundukkan wajahnya dengan posisi tangan terlipat seakan tidak ingin wajahnya terlihat.
(Tribun Trends/Surya Malang)