Gelombang Panas Menerjang Kawasan Asia, Apa Penyebabnya?
Penyebab gelombang panas di Thailand dan negara Asia lainnya.
KOMPAS.com – Gelombang panas melanda sejumlah negara di Asia, seperti Thailand, Vietnam, Myanmar, hingga India.
Gelombang panas adalah fenomena kondisi udara panas yang berkepanjangan selama 5 hari berturut-turut. Kenaikan suhu udara harian itu bisa mencapai maksimal 5 derajat lebih tinggi dari normalnya.
Tak heran, gelombang panas atau heatwave ini mencatat rekor suhu tertinggi di sejumlah negara yang mengalami.
Gelombang panas di Thailand menyebabkan suhu udara mencapai 40 derajat Celsius di 26 provinsi negara tersebut, dilansir dari SCMP.
Bahkan, Provinsi Lampang di utara Thailand melaporkan suhu tertinggi sepanjang tahun 2024 yaitu sebesar 44,2 derajat Celsius.
Departemen Pengendalian Penyakit Thailand mengatakan, sebanyak 30 orang tewas akibat sengatan panas yang terjadi hingga April 2024, seperti dilansir dari The Straits Times.
Lantas, apa penyebab gelombang panas terjadi di Asia?
Penyebab gelombang panas di Asia
Serangan gelombang panas sudah pernah diperingatkan Organisasi Meteorologi Dunia (WMO).
Dilansir dari laman resminya, laporan The Intergovernmental Panel on Climate Change mengungkap bahwa serangan suhu panas di Asia masih akan berlanjut dalam beberapa dekade mendatang.
Menurut laporan tersebut, gelombang panas di Asia disebabkan karena perubahan iklim.
Sementara itu, Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto juga mengungkapkan penyebab gelombang panas di Asia, terutama Asia Selatan dan Asia Tenggara bagian utara. Berikut penyebabnya:
1. Aktivitas atmosfer
Guswanto menjelaskan, gelombang panas di Asia disebabkan karena terbentuknya pusat tekanan tinggi di atmosfer atas (lebih dari 3 km) yang membuat udara panas terdiam di titik itu dalam waktu lama, baik harian hingga mingguan.
“Udara panas bertekanan tinggi ini pun kemudian turun sehingga memanaskan udara di permukaan secara adiabatik,” kata Guswanto, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (3/5/2024).
Fenomena itu terjadi secara jamak, dikontrol oleh pola arus jet (jetstream) dan gelombang Rossby.
Dalam sistem tekanan tinggi tersebut, pergerakan udara dari atmosfer bagian atas menekan udara permukaan (subsidensi) sehingga termampatkan dan suhu permukaan meningkat karena umpan balik positif antara massa daratan dan atmosfer.
Pusat tekanan atmosfer tinggi ini menyulitkan aliran udara dari daerah lain mengalir masuk ke area tersebut.
2. Posisi Matahari
Selain itu, Guswanto juga mengatakan bahwa gelombang panas dipengaruhi oleh posisi Matahari yang berada di Bagian Bumi Utara (BBU).
Akibatnya, wilayah Asia khususnya Asia Selatan mendapatkan penyinaran Matahari yang maksimum, menjadikan suhu di wilayah tersebut akan terus meningkat.
3. Peningkatan suhu air laut
Selain itu, BMKG melaporkan, peningkatan suhu air laut secara signifikan juga bisa memengaruhi iklim daratan di sekitarnya.
“Perubahan suhu air laut dapat memengaruhi pola angin, menyeret massa udara hangat ke daratan, yang kemudian menyebabkan peningkatan suhu di wilayah tersebut,” tutur Guswanto.
Selain itu, suhu air laut yang lebih tinggi juga dapat menyebabkan penguapan yang lebih besar, meningkatkan kelembapan udara, yang pada gilirannya dapat memperkuat efek panas di daratan
4. El Nino
Secara klimatologis, suhu udara tertinggi bulanan terjadi pada bulan April, Mei, dan Juni untuk wilayah Asia.
Kemudian pada saat April, Mei, dan Juni, Enso berada pada fase El-Nino sehingga akan berdampak suhu udara yang bertambah panas atau meningkat (Indeks Enso sebesar+0.93, El Nino lemah).
Data suhu BMKG menunjukkan bahwa anomali suhu udara secara global pada tahun 2024 lebih besar dibandingkan tahun 2023.
“Anomali suhu udara yang bertambah besar ini menunjukkan bahwa suhu udara semakin panas,” kata Guswanto.
5. Peningkatan suhu permukaan laut di Samudra Hindia
Berdasarkan data rata-rata suhu permukaan laut di sekitar Samudra Hindia, menunjukkan bahwa suhu 2024 lebih tinggi dibandingkan suhu rata-rata tahun 2023.
Pada 28 April 2024, suhunya mencapai 30,9 derajat Celsius, sedangkan pada 28 April 2023 sebesar 30,2 derajat Celsius.
Akankah gelombang panas terjadi di Indonesia?
Di saat sejumlah negara dilanda gelombang panas, sejumlah wilayah di Indonesia merasakan adanya kenaikan suhu udara.
Kendati demikian, Guswanto membantah bahwa kenaikan suhu di Indonesia merupakan tanda-tanda terjadinya gelombang panas.
“Di Indonesia tidak terjadi heatwave karena Indonesia posisinya di lintang rendah, ” tutur Guswanto.
Menurutnya, negara Indonesia bersifat kepulauan dan sebagian besar terdiri dari lautan sehingga dinamika atmosfernya sangat dinamis, termasuk variasi cuaca harian cukup signifikan.
Adapun kenaikan suhu panas itu, kata Guswanto, terjadi karena posisi semu Matahari pada April 2024 yang berada dekat dengan khatulistiwa.
“Kondisi ini membuat suhu udara di sebagian wilayah Indonesia menjadi relatif cukup terik saat siang hari,” terang dia.
Guswanto juga menjelaskan bahwa suhu panas di Indonesia terjadi berulang setiap tahun. Hal tersebut karena faktor pemanasan permukaaan sebagai dampak dari siklus gerak semu Matahari.
Hal ini secara karakteristik berbeda dengan gelombang panas yang ditandai dengan kenaikan suhu mencapai 5 derajat Celsius selama 5 hari berturut-turut.