TRIBUN-MEDAN.COM – Berikut kronologi kasus yang menjerat oknum pendeta inisial JRP (50) hingga divonis 3 tahun penjara di PN Siantar.
Diketahui, majelis hakim Pengadilan Negeri Pematang Siantar yang dipimpin Renni Pitua Ambarita menjatuhkan putusan 3 tahun penjara terhadap terdakwa JRP, Selasa (16/1/2024).
Pasca putusan dibacakan hakim Renni Pitua Ambarita, sang istri dari pendeta JRP yang ada di barisan kursi pengunjung sontak histeris.
Sang istri kemudian mendekati meja hakim dan berupaya melempar kursi besi ke arah tiga majelis hakim yang memimpin persidangan.
Istri terdakwa melontarkan kalimat bahwa seluruh putusan tidak adil.
Istri pendeta diamankan saat berupaya lempar kursi ke hakim dalam Sidang kasus pelecehan seksual yang dilakukan oknum petinggi GKPS di Pengadilan Negeri Pematang Siantar, Selasa (16/1/2024) berakhir ricuh. (TRIBUN MEDAN/ALIJA MAGRIBI)
Terkait putusan hakim
Dalam perkara ini, hakim ketua Renni Pitua Ambarita mengatakan bahwa limitatif pembuktian pidana sebagaimana yang diamanatkan dalam perundang-undangan telah terbukti.
“Majelis mencari kebenaran materil berdasarkan fakta fakta persidangan dalam kasus Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS),” kata hakim Renni Ambarita.
Berdasarkan pemeriksaan terhadap korban, terdakwa, saksi, dan saksi ahli serta barang bukti, majelis berpendapat bahwa unsur pidana dalam kasus ini telah memenuhi unsur Primair Pasal 6 huruf ( c ) UU RI No. 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana dalam dakwaan Primair Penuntut Umum.
“Hal yang memberatkan bahwa perbuatan terdakwa membuat trauma korban, terdakwa seorang pendeta dan tidak mengakui perbuatannya.”
“Adapun hal yang meringankan bahwa terdakwa telah berbuat sopan dan tidak pernah dihukum,” kata hakim.
“Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa selama 3 tahun,
dan menetapkan pidana denda sebesar Rp 200 juta yang apabila tidak dibayar maka diganti dengan pidana 3 bulan kurungan,” tegas hakim Renni Ambarita.
Majelis hakim diketuai Renni Pitua Ambarita serta dua hakim anggota, Nasfi Firdaus dan Katharina Melati Siagian.
Sementara, oknum pendeta JRP tersebut didampingi tiga tim pengacaranya Dahyar Harahap, Dame Pandiangan, dan Erik Sembiring.
Terkait vonis tersebut, meskipun vonis yang dijatuhkan hakim dipotong setengah dari tuntutan JPU yakni 6 tahun menjadi 3 tahun, tim kuasa hukum terdakwa bakal mengajukan banding.
Kasus Pelecehan Seksual
Diberitakan Tribun-medan.com di sebelumnya, dalam kasus ini terdakwa JRP dengan modus kangen memanfaatkan kekaguman korban untuk melakukan pelecehan seksual di salah satu hotel atau penginapan yang ada di Kota Pematang Siantar pada 12 Oktober 2022 lalu.
Terdakwa JRP berupaya melakukan pencabulan terhadap korban yang saat itu berusia 18 tahun.
Korban yang tak terima kemudian melaporkan hal ini kepada istri terdakwa.
Kasus ini pun sempat dibawa ke Sinode GKPS untuk dilakukan mediasi tertutup.
Sayangnya, upaya mediasi untuk mencari jalan damai yang adil itupun gagal.
Malah istri terdakwa menyebut korban melakukan pencemaran nama baik, sehingga kasus ini pun kian memanas.
Karena tidak ada jalan damai, akhirnya kasus ini sampai ke meja hijau Pengadilan Negeri Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara.
Dituntut 6 Tahun Penjara
Pada sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dipimpin langsung Kasi Pidana Umum, Edy S Tarigan menuntut terdakwa dengan pidana penjara 6 tahun.
Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri Pematang Siantar, Rendra Y Pardede menyampaikan bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan terdakwa JRP terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana.
“Jaksa menjatuhkan pidana terhadap terdakwa JRP dengan pidana penjara selama 6 tahun, dikurangi selama terdakwa dalam masa penahanan, dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan. Kemudian terdakwa dikenakan denda sebesar Rp 200 juta, subsidair 6 (enam) bulan kurungan,” kata Rendra Pardede.
Kronologi Kasus yang Menjerat Pendeta JRP (50)
Terdakwa JRP (50) merupakan pendeta di salah satu lembaga gereja yang sebelumnya melayani di Kabupaten Simalungun. Kemudian, ia dipindahtugaskan ke Depok, Jawa Barat.
Di pesidangan, istri terdakwa Pdt JRP, Marliani Saragih sempat bertindak anarkis saat sidang pembacaan putusan di Pengadilan Negeri (PN) Siantar, Selasa (16/1/24).
Bahkan, Marliani Saragih mengeluarkan tudingan negatif terhadap hakim dan jaksa penuntut umum.
Marliani mengumpat ke hadapan majelis hakim karena dituduh tidak objektif dalam pemutusan perkara tersebut.
Hakim, kata Marliani, tidak mempertimbangkan bukti yang dilayangkan penasihat hukum mereka.
“Jaksa dan hakim itu sudah disogok, gila ini negeri ini. (Cafe) Hordja itu bukan tempat prostitusi, Horja itu dekat kantor polisi,” kata Marliani di dalam ruang sidang.
“Itu si Alfredo Damanik yang telah mempengaruhi jaksa di sini,” jeritnya sembari berusaha melepaskan tangan dari genggaman pegawai PN Siantar yang mengamankannya.
Menanggapi tudingan itu, PN Siantar dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Siantar dengan tegas membantah hal itu.
Pihaknya memastikan hakim dan JPU di sidang kasus tersebut tidak pernah menerima suap maupun mendapat tekanan dari pihak lain.
“Saya pastikan itu tidak benar,” kata Kasi Intel Kejari Siantar, Rendra Pardede.
Begitu juga dengan Wakil Ketua PN Siantar Sayed Tarmizi menegaskan, tudingan-tudingan seperti itu menurutnya merupakan hal yang biasa.
Sebab dalam suatu persidangan, ada yang terima dan juga kontra. “Itu hak mereka. Tapi saya pastikan bahwa ketiga majelis hakim yang memutus perkara itu clear and clean,” ucapnya.
Akibat kericuhan tersebut, selain ruangan persidangan yang rusak, pegawai PN Siantar juga ada yang mengalami luka akibat tendangan dan cakaran dari Marliani Saragih tersebut.
Korban Pelecehan Seksual
Korban, inisial NAPS, yang tidak lain merupakan jemaatnya sendiri saat melayani di Kabupaten Simalungun sebelum dipindahkan ke Depok, Jawa Barat.
Berdasarkan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), pada Oktober 2021, korban dan terdakwa bertemu di seputaran Jalan Cipto, Kecamatan Siantar Barat.
Ketika itu, terdakwa pulang dari Depok ke Kota Siantar untuk menghadiri rapat di Kantor Pusat Lembaga Gereja.
Menurut JPU Wira Damanik SH di Pengadilan Negeri Pematang Siantar, Selasa (12/12/2023), terdakwa telah terbukti bersalah melanggar pasal 6 huruf c dan subsider Pasal 6 huruf a UU No 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, terhadap saksi korban NS alias N br S.
Perbuatan tersebut kata Jaksa Wira, dilakukan terdakwa pada bulan Oktober 2021 di salah satu kafe sekaligus penginapan di Kota Siantar.
Sebelumnya, korban sudah mengenal terdakwa sebagai pendeta tempat korban sering beribadah.
Selain itu juga, terdakwa juga pernah menjadi guru korban kala masih duduk di bangku kelas 2 SMP ketika belajar katekhisasi (marguru malua) pada tahun 2018.
Lalu korban dan terdakwa kembali bertemu pada tahun 2021, karena terdakwa pindah tugas ke luar Kota Pematangsiantar.
Korban yang merasa sebagai murid, melihat postingan sang pendeta di media sosial yang memosting sedang berada di salah satu tempat ngopi di Kota Siantar.
Korban NS pun menghubungi Pdt JRP melalui Facebook messenger.
Setelah itu keduanya bertukaran nomor ponsel dan berlanjut komunikasi melalui WhatsApp.
Akhirnya, antara terdakwa JRP dan korban NAPS membuat janji bertemu di Kafe Hordja, Jalan Wandelvat, Kecamatan Siantar Barat, dekat Kantor Polres Siantar.
Korban saat itu berencana bertukar pikiran dan curhat terkait kehidupannya kepada terdakwa.
Namun niat baik itu justru dimanfaatkan terdakwa untuk melakukan pelecehan.
Di kafe itu juga diketahui terdapat penginapan yang disewa terdakwa selama berada di Kota Siantar.
Korban yang diajak masuk ke dalam kamar itu sontak terkejut.
Rencana berdiskusi di tempat makan malah diajak ke ruangan terdakwa menginap.
Di saat itu jugalah, kehidupan korban terasa hancur karena dilecehkan orang yang sebelumnya dihormatinya.
Korban mengalami depresi
Setelah terjadi pelecehan itu, korban mengalami depresi dan sempat berniat bunuh diri.
NAPS kerap membenturkan tubuhnya ke tembok kamar.
Rupanya sikap aneh itu dirasakan kedua orangtuanya.
Ayah korban kemudian memanggilnya dan meminta untuk bercerita apa yang telah dialami putrinya itu.
Korban kemudian menceritakan pelecehan seksual yang telah dialaminya.
Sontak orangtuanya terkejut dan melaporkan kejadian itu ke Pimpinan Tertinggi Lembaga Gereja tempat terdakwa mengabdi.
Pimpin Lembaga Gereja Mencoba Memediasi
Suatu hari, pimpinan tinggi gereja memanggil kedua belah pihak untuk merundingkan kejadian yang dialami korban.
Ketika itu, tidak ada jalan keluar yang disepakati hingga berakhir dengan saling klaim kebenaran masing-masing.
Terdakwa kemudian merasa difitnah sehingga membuat laporan pengaduan ke pihak kepolisian karena merasa nama baiknya dicemarkan yang membuatnya merasa dipermalukan.
Mendapat respon tidak baik dari terdakwa, keluarga korban kemudian membuat laporan ke Polres Siantar.
Mereka mengadukan pelecehan seksual yang terjadi terhadap NAPS di Cafe Hordja tersebut.
Pihak Polres Siantar pun kemudian memproses laporan korban. Pdt JRP ditetapkan sebagai tersangka.
Sementara laporan pencemaran nama baik yang dilaporkan oleh tersangka Pdt JRP dihentikan penyidik.
Saat kasusnya bergulir di meja hijau, oknum Pdt JRP (50) dituntut oleh JPU dengan hukuman 6 tahun penjara denda Rp 200 juta, dengan ketentuan jika denda tidak dibayarkan maka diganti dengan 6 bulan kurungan.
Lalu, dalam putusan, sidang dipimpin majelis hakim yang diketuai Renni Pitua Ambarita didampingi 2 hakim anggota Nasfi Firdaus dan Katharina Siagian.
“Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa selama 3 tahun, dan menetapkan pidana denda sebesar Rp 200 juta yang apabila tidak dibayar maka diganti dengan pidana 3 bulan kurungan,” tegas hakim Renni Ambarita.
Sebelum putusan, di persidangan sebelumnya, majelis hakim telah mendengarkan keterangan sejumlah saksi, di antaranya saksi korban, saksi ahli, keterangan terdakwa dan juga saksi A Decharge (saksi yang meringankan) serta sejumlah alat bukti lainnya.
(alj/tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter
Lihat Berita Viral Lainnya di Tribun-Medan.com
News Related-
Nadzira Shafa Nyanyi Lagu Baru, Lirik Rakit Soundtrack Film 172 Days, Ceritakan Kisah Cintanya dengan Amer Azzikra
-
Cara Menukarkan Valas dan Informasi Kurs Dollar-Rupiah di BCA, Selasa (28/11)
-
Ganjar Disindir Halus Kepala Suku di Merauke soal Kondisi Jalan
-
BREAKING NEWS - Diduga Depresi,Pemuda di Kubu Raya Nekat Akhiri Hidup Dengan Cara Tak Wajar
-
Tertarik Ubah Avanza Jadi VW Kodok? Segini Biayanya
-
Bukan Gabung Barito,Sosok di Luar Dugaan Eks Persija Membelot ke Rival Dewa United,Anak Dewa Cek
-
Pesan Mahfud ke Anak Muda Aceh: Semua Akan Sukses karena RI Kaya, Jangan Hedon
-
Apakah Hantu Itu Nyata? Berikut Penjelasan Ilmiahnya
-
Rajin Beri Bonus dan Ajak Jalan-jalan,Bos Tak Menyangka Lihat Isi Grup WA Karyawan,Semua Dipecat
-
Pimpinan KPK Kaget Kasus Korupsi SYL Ternyata Sudah Dilaporkan Sejak 2020, 3 Tahun Dibiarkan Mangkrak
-
Isyarat Rasulullah Tentang Penaklukan Romawi dan Mesir
-
Istana Ingatkan Pasangan Anies-Muhaimin, Ada Kesepakatan Politik Terkait UU IKN
-
Anak Kiky Saputri Unboxing Bingkisan Ulang Tahun Ke-2 Rayyanza
-
Ragam Keris dan Senjata Pusaka di Museum Pusaka TMII