Cerita Orang Bandung dan Jaksel Pakai Internet "Starlink" Elon Musk, Kecepatan Tembus 300 Mbps
Ilustrasi Starlink.
KOMPAS.com – Layanan internet via satelit besutan Elon Musk, Starlink sudah bisa dicoba di Indonesia pada awal Mei ini.
Sebelumnya, diwartakan bahwa Starlink mengantongi izin operasi di Indonesia pada awal April 2024. Selang sebulan, Starlink tampaknya sudah mulai mendistribusikan perangkat Starlink ke rumah konsumen.
Dua pengguna yang sudah menjajal internet Starlink di Indonesia membagikan pengalaman mereka lewat utas (thread) di X/Twitter.
Keduanya adalah Ramda Yanurzha (@ryanurzha) dan Indra (@dryanaindra). Thread atau utas Ramda dan Indra ramai diperbincangkan di dunia maya dan kini sudah dibaca oleh sekitar 2,8 juta view dan disukai oleh lebih dari 18.000 pengguna.
Beli perangkat Rp 7,8 juta, langganan Rp 750.000
KompasTekno sudah mendapatkan izin dari Ramda dan Indra untuk mengutip utas yang mereka tulis.
Dalam utasnya, Ramda mengatakan bahwa ia sudah memesan Starlink sejak Desember 2021. Ia kemudian melakukan konfirmasi ulang pada 1 Mei lalu dan menerima perangkat Starlink pada 5 Mei 2024.
Sementara Indra menerima peket Starlink kit pada 1 Mei 2024. Keduanya memesan langsung dari situs starlink.com/id untuk wilayah Indonesia.
Keduanya menggunakan Starlink Residential (perumahan) dengan paket standar seharga Rp 750.000 per bulan. Namun, untuk pertama kali penggunaan, Indra dan Ramda mengungkapkan bahwa pelanggan harus membeli Starlink Kit seharga Rp 7,8 juta dan membayar biaya pengiriman.
Starlink kit tersebut datang dalam boks berwarna hitam dengan dimensi cukup besar. Di dalamnya terdapat satu unit antena Starlink, satu unit Base (dudukan), satu unit Router, kabel Starlink sepanjang 15,2 m, dan kabel AC sepanjang 1,8 m.
“Perangkat (antena+wifi router) jadi hak milik konsumen,” kata Ramda kepada KompasTekno saat dihubungi via melalui Dircet Messege (DM) X Twitter.
Set up Starlink: tinggal colok
Menurut pengalaman Ramda dan Indra, memasang Starlink di rumah terbilang mudah dan simpel. Pengguna hanya perlu mencolokkan perangkat keras ke sumber listrik, lalu mengaturnya lewat aplikasi Starlink di iOS atau Android.
“Prosesnya hanya tinggal colok (ke sumber listrik). Perangkat Starlink ini membutuhkan listrik 50-75 watt,” kata Ramda.
“Nanti dari hp kita konek ke wifi dengan SSID Starlink. Lalu, buka aplikasinya untuk lanjutkan set up,” lanjut Ramda.
Sepengalaman Indra dan Ramda, pengguna harus menempatkan perangkat keras Starlink di tempat dengan view langit yang jelas, tak terhalang objek. Misalnya, di atas atap rumah.
Pastikan antena Starlink sudah terhubung dengan listrik. Selanjutnya, pengguna perlu menyambungkan Wi-Fi Starlink ke ponsel.
Nah, ketika membuka aplikasi Starlink, pengguna tinggal memencet “scan sky”. Nanti, antena akan bergerak secara otomatis mengikuti arah satelit.
Menurut gambar yang dibagikan Indra dan Ramda, pengguna bisa melihat jika ada obyek yang menghalangi antena dan satelit. Jika diperlukan, pengguna bisa mengatur ulang posisi antena. Pengguna juga bisa melihat visual mapping signal sama log pencarian sinyal satelit.
Kecepatan tembus 300 Mbps
Setelah set up selesai, pengguna bisa menikmati internet satelit Starlink. Ramda menjajal Starlink di kediamannya di daerah Jakarta Selatan. Sementara, Indra menggunakan Starlink di rumahnya di Cigugur Girang, Parongpong, Bandung Barat.
Sepengalaman Ramda, internet Starlink miliknya memiliki kecepatan download sekitar 60 Mbps hingga 80 Mbps. Sementara kecepatan upload sekitar 35 Mbps. Adapun latensinya 28 ms.
“Tapi ini memang (itu hasil) coba dalam 30 menit pertama. Rekomendasinya ditunggu beberapa jam harusnya agar speed stabil,” kata Ramda.
Hal senada diutarakan Indra. Sekitar 12 jam setelah set up awal, internet Starlink milik Indra bisa mencapai kecepatan download 360 Mbps. Adapun kecepatan rata-ratanya di angka 250 Mbps.
Menurut Indra, Pengguna bisa menikmati internet satelit dari Starlink ini tanpa batas (unlimited) dan tanpa FUP. Dalam dua hari penggunaan, Indra sudah menghabiskan kuota 100 GB.
“Kalau nggak ada pemakaian tinggi, speed-nya turun ke 10-20 Mbps. Kalau lagi banyak yang pake, bisa peak stabil di 150-260 Mbps,” kata Indra kepada KompasTekno saat dihubungi via DM X/Twitter.
Indra mengaku, internet Starlink masih stabil walau hujan lebat turun.
“Masih stabil (saat hujan lebat). Paling di awal-awal saja penyesuaian mapping signal pas kondisi cuaca buruk,” lanjut Indra.
Sejauh ini, kata Indra, internet Starlink memberikan pengalaman yang memuaskan untuk kegiatan sehari-hari. Namun, untuk bermain game kurang maksimal karena latensinya masih cukup tinggi sampai 28 ms.
“Kalau untuk video call, masih oke banget kualitasnya,” tambah Ramda.
Starlink cocok untuk siapa?
Indra mengaku puas membeli Starlink karena bisa memberikan internet yang ngebut, walau harga awalnya mahal. Namun, menurut Indra, ini lebih ekonomis dibandingkan internet yang dipakai sebelumnya.
“Posisi rumah gue bukan daerah terpencil. Walaupun dekat ke jalan utama, kabel listrik dan tiang pun harus menggunakan modal sendiri. Dan internet selama ini pakai salah satu provider + modem CAT12 agar dapat speed yang lebih stabil dengan biaya Rp 180.000 untuk kuota 100GB,” kata Indra.
Kuota 100 GB itu bertahan 2-5 hari saja. Harga modem yang digunakan Indra juga cukup mahal sekitar Rp 4 jutaan.
“Katakanlah, gue isi per 4 hari, sebulan bisa abis Rp 1,4 juta sampai Rp 1,6 juta buat internet rumah aja,” tulis Indra.
Sementara Starlink menawarkan kuota unlimited tanpa FUP dengan harga langganan Rp 750.000 per bulan. Selama dua hari penggunaan, Indra sudah menggunakan 100 GB.
“Rumah gue di tengah lembah, nggak kejangkau FO (internet kabel). Buat kondisi ini, Starlink sudah jadi solusi buat gue walau memang mahal,” kata Indra.
Menurut Indra, jika pengguna tinggal di kota besar, lebih baik menggunakan layanan internet kabel optik karena harganya relatif lebih murah. Namun, jika memang tinggal di daerah yang tidak terjangkau kabel optik, Starlink bisa jadi solusinya.
Sementara menurut Ramda, Starlink jadi opsi best value untuk pengguna yang butuh internet cepat (>70 mbps) tapi area tempat tinggalnya tidak terjangkau jaringan fiber.
“Starlink jadi game changer kalau untuk daerah yang masih bergantung ke VSAT, karena lebih murah dan fleksibel dari aspek apapun. Starlink juga jadi opsi bagus juga kalau sudah ada jaringan 4G tapi lemah/tidak stabil, lalu butuh internet cepat,” kata Ramda.
Ramda menambahkan, layanan Starlink ini cukup fleksibel. Pasalnya, paket bulanannya bisa di-stop atau dilanjutkan kapan saja. Jadi bisa disesuaikan dengan kebutuhan.
Menurut Ramda, paket residential ini menggunakan skema alamat semi-permanen. Pengguna bisa memindahkan perangkat keras Starlink ke tempat lain dengan alamat yang berbeda dengan pengiriman awal, tapi ada proses dan kuota pindah.
Selain standar, Starlink juga menawarkan paket kategori jelajah dan kapal. Daftar dan harga paket Starlink di Indonesia bisa disimak melalui link berikut.
Starlink juga akan diuji ocba di Ibu Kota Nusantara (IKN), walau belum diungkap jadwal pastinya. Yang jelas, pemerintah mengatakan bahwa layanan Starlink dipastikan akan beroperasi sepenuhnya di Indonesia pada 2024 ini.
Apa itu Starlink?
Starlink merupakan layanan internet yang diselenggarakan oleh SpaceX, sebuah perusahaan penerbangan luar angkasa milik Elon Musk. Layanan internet Starlink disalurkan ke pengguna menggunakan satelit luar angkasa yang dikembangkan oleh SpaceX.
Sebagai sebuah layanan internet, Starlink sudah dikenalkan ke publik sejak tahun 2018. Hingga kini, terdapat sekitar 5.000 satelit Starlink yang berhasil diorbitkan ke luar angkasa menggunakan roket milik SpaceX, yakni Falcon 9.
Dengan satelit tersebut, Starlink berjanji akan menyediakan layanan internet jaringan broadband berkecepatan tinggi dengan jangkauan area yang luas, bahkan pada lokasi terpencil sekalipun.
Dikutip dari laman resmi SpaceX, saat berlangganan Starlink, pengguna bakal memperoleh dua perangkat untuk mengakses layanan internet, yakni antena penangkap sinyal satelit (Starlink Base) dan WiFi Router.
Satelit Starlink yang berada di luar angkasa akan memancarkan jaringan broadband ke bumi. Setelah itu, jaringan tersebut bakal ditangkap oleh antena yang dipasang di rumah pengguna, kemudian disalurkan ke perangkat WiFi Router untuk dibagikan ke gadget.
Dengan proses seperti itu, layanan Starlink secara sederhana beroperasi mirip dengan layanan internet yang cukup banyak tersedia di Indonesia, misalnya Indihome. Layanan internetnya sama-sama dibagikan melalui sambungan WiFi Router.
Bedanya, Starlink membagikan jaringan broadband dengan memanfaatkan satelit luar angkasa, bukan lewat kabel fiber optic yang biasa dipakai oleh kebanyakan operator di Indonesia.