Baru Terungkap,Penyebab Partai Gelora Tolak PKS Gabung Kabinet Prabowo,Bukan Hanya Soal Pilpres
TRIBUNTRENDS.COM – Baru terungkap, penyebab Partai Gelora menolak keras Partai Keadilan Sejahtera atau PKS gabung Kabinet Presiden dan Wapres Terpilih Prabowo – Gibran.
Motif penolakan Partai Gelora bukan sekedar karena PKS tidak mendukung Prabowo – Gibran di Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024.
Namun lebih karena ‘kisruh internal’ di PKS yang membuat sebagian petingginya hengkang dan akhirnya mendirikan partai bernama Partai Gelora.
Nah, problem masa lalu antara PKS dan para mantan petingginya inilah yang terbawa friksinya ke penolakan PKS masuk Kabinet Prabowo – Gibran.
Wacana PKS gabung Kabinet Prabowo – Gibran terganjal penolakan Partai Gelora
Direktur Eksekutif Trias Politika Agung Baskoro menilai, jika hadirnya penolakan itu terjadi karena elite Partai Gelora ini sebelumnya berada di dalam PKS.
“Karena baik PKS dan Gelora lahir dari rahim yang sama, yakni massa Islam Perkotaan,” kata Agung saat dihubungi, Jumat (3/5/2024).
“Dan di massa lalu, Partai Gelora ini sering dianggap sebagai bagian “Faksi Kesejahteraan,” lanjutnya.
Agung mengatakan, dengan adanya cerita masa lalu diantara kedua pertai tersebut, menjadi terbawa hingga ajang di Pilpres 2024 selesai.
“Cerita masa lalu yang tak tuntas itu, terbawa sampai sekarang bahkan ketika Pilpres 2024 selesai,” tuturnya.
Apalagi kata Agung, PKS partai yang mengusung pasangan Calon presiden nomor urut 1 yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
“Menimbang sedari awal PKS berbeda haluan dengan mendukung Amin dan intens “menyerang” Prabowo – Gibrab bertubi-tubi,”imbuhnya seperti dikutip Warta Kota .
Diketahui, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Rahayu Saraswati Djojohadikusumo menyampaikan presiden terpilih Prabowo Subianto tetap terbuka, bagi PKS bergabung ke dalam koalisi pemerintahan baru Prabowo bersama Gibran Rakabuming Raka.
Saras sapaan akrabnya menyatakan, jika Prabowo nantinya akan mengedepankan persatuan dalam pemerintahannya mendatang.
Termasuk kata dia, persatuan di kalangan elite politiknya.
“Sampai sekarang pun tentunya pintu selalu terbuka. Karena Pak Prabowo sekali lagi selalu kedepankan persatuan Indonesia, terutama dari kalangan elitnya,” tutur Saras dikutip Kamis (2/5/2024).
Dengan demikian tutur Saras, pihaknya kini masih terbuka untuk mengajak pihak manapun bergabung ke dalam Prabowo-Gibran.
Termasuk, kemungkinan PKS bergabung ke dalam koalisi.
Selanjutnya keponakan dari Prabowo itu menyebut, kalau keputusan bergabung atau tidaknya dalam koalisi berada di tangan para pimpinan parpol.
“Untuk saat ini tentunya kita masih sangat terbuka untuk pihak manapun yang mungkin akan bergabung ataupun tidak itu ada di pihak daripada pimpinan dan juga tentunya ketua-ketua dari partai-partai,” ujar Saras.
Selain itu dirinya pun menambahkan, dinamika politik masih terus bergerak dinamin pasca pilpres 2024.
Karenanya, apapun masih bisa terjadi hingga Prabowo resmi dilantik Presiden RI.
“Dinamika politik tentunya masih sangat dinamis, organik, apapun bisa terjadi,” imbuhnya.
Sebelumnya, Partai Nasdem dan PKB terang-terangan menunjukkan sinyal mendekat ke presiden-wakil presiden (wapres) terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka selaku pemenang Pilpres 2024.
Sementara, PKS pun menyatakan telah mengundang Prabowo sebagai presiden terpilih untuk hadir ke DPP PKS dalam waktu dekat dan memberikan ucapan selamat dan dukungannya langsung.
Menanggapi wacana PKS yang membuka pintu kerjasama mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran, Sekretaris Jenderal Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Mahfuz Sidik mengatakan, apabila PKS menjadi bagian dari Koalisi Indonesia Maju, maka akan menjadi sinyal pembelahan antara PKS dengan massa ideologisnya.
“Jika sekarang PKS mau merapat karena alasan proses politik sudah selesai, apa segampang itu PKS bermain narasi ideologisnya? Apa kata pendukung fanatiknya? Sepertinya ada pembelahan sikap antara elite PKS dan massa pendukungnya,” kata Mahfuz Sidik dalam keterangannya, Minggu (28/4/2024).
Menurutnya, PKS selama masa kampanye Pilpres 2024 melakukan serangan negatif secara masif kepada Prabowo-Gibran, terutama kepada Gibran Rakabuming Raka, WaliKota Solo dan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Seingat saya selama proses kampanye, di kalangan PKS banyak muncul narasi sangat ideologis dalam menyerang sosok Prabowo-Gibran,” katanya.
Dia mengingatkan publik dengan narasi yang menurutnya muncul dari kalangan PKS. Narasi itu adalah menganalogikan bahwa Nabi Musa tidak perlu berutang kepada Firaun, karena dahulu Anies Baswedan diusung menjadi calon Gubernur Jakarta pada 2017 oleh Partai Gerindra.
Mahfuz juga mengungkapkan, bahwa PKS selama ini kerap memunculkan narasi yang mengadu domba dan membelah masyarakat.
Salah satu contohnya menurut dia, adalah cap pengkhianat kepada Prabowo karena bergabung dalam Kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wapres KH Ma’ruf Amin pada 2019, yang menurutnya muncul dari PKS.
“Ketika pada 2019 Prabowo Subianto memutuskan rekonsiliasi dengan Jokowi, banyak cap sebagai pengkhianat kepada Prabowo Subianto. Umumnya datang dari basis pendukung PKS,” ujarnya.
Dirinya menegaskan, bahwa selama ini Jokowi dan Prabowo telah mengingatkan untuk tidak menarasikan membelah politik dan ideologi.
“Narasi-narasi yang beresiko membelah lagi masyarakat secara politis dan ideologis. Padahal itu yang sering diingatkan oleh Presiden Jokowi dan capres Prabowo,” kata Mahfuz.
Pengamat: Lebih ‘Berbahaya’ Bagi Prabowo Jika PKS Beroposisi
Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah menilai jika Gelora dan PKS masuk kabinet Prabowo-Gibran tak akan jadi masalah. Tapi beda hal, jika PKS jadi oposisi pemerintahan Prabowo-Gibran.
Diketahui belakangan ini PKS dikabarkan akan masuk ke partai koalisi Prabowo-Gibran.
Sementara itu, Partai Gelora terang-terangan menolak hal itu. “Kalau misalnya Prabowo Subianto menarik keduanya baik PKS maupun Gelora untuk masuk ke kabinet. Tidak akan sampai mempengaruhi jalannya pemerintahan,” kata Dedi saat dihubungi Jumat (3/5/2024).
“Kecuali PKS bisa mempengaruhi pemerintahan karena memang punya suara di parlemen. Itupun kalau PKS dalam posisi,” lanjutnya seperti dikutip Tribunnews.com .
Tapi menurutnya kalau PKS kemudian dikondisikan untuk bergabung dengan pemerintah, semua tetap akan baik-baik saja.
Kemudian Dedi menyebutkan konflik yang mengemuka antara tokoh-tokoh di Gelora.
Ia menilai hanya untuk mendongkrak popularitas partai berlogo gelombang tersebut.
“Mereka ingin persepsi publik berubah bahwa Fahri Hamzah, Anis Matta, Mahfudz Siddiq bukan orang PKS tapi Gelora,” kata Dedi.
“Padahal secara trah politik termasuk juga gen politik mereka adalah politik PKS. Gelora itu bagaimanapun juga tidak bisa dipisahkan dari PKS,” jelasnya.
Atas hal itu ia juga menilai jika pertentangan Gelora semakin menguat terkait masuknya PKS di koalisi Prabowo-Gibran. Itu bukan tidak mungkin akan semakin membuat Gelora terpuruk.
“Kalau mereka bersikap kontraproduktif. Maka besar kemungkinan orang akan lebih bersimpati pada PKS dibandingkan pada Gelora,” tegasnya. (*)