Andi Sudirman Lebih Pilih Fatmawati di Pilgub Sulsel 2024,Fadil Imran-Ni’matullah Potensi Duet
TRIBUN-TIMUR.COM – Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sulsel 2024 makin dekat.
Jika patokannya masa pendaftaran pasangan calon pada akhir Agustus, maka sisa empat bulan lagi.
Namun sejauh ini, baru ada dua bakal calon yang sudah memperkenalkan diri meski kesannya masih malu-malu kucing.
Pertama, Danny Pomanto-Indah Putri Indriani.
Danny adalah Walikota Makassar sedangkan Indah, Bupati Luwu Utara (Lutra).
Secara geopolitik, bakal paslon ini cukup ideal karena mereprensentasikan wilayah Selatan dan Utara.
Ah, penulis tiba-tiba teringat cerita silat Mandarin yang pernah popular di tahun 1980-an, yaitu, Tinju Selatan dan Tendangan Utara.
Apakah Indah mau berpasangan dengan Danny? Selama Indah tak ingin karier politiknya terhenti setelah selesai di Lutra, maka dirinya patut mempertimbangkan tawaran Danny secara serius.
Terlebih setelah diyakinkan kalau PDIP berada di belakang Danny.
Tentu peluang itu cukup menggiurkan bagi Indah.
Bakal paslon lainnya mulai ramai disebut-sebut adalah Andi Sudirman Sulaiman-Fatmawati Rusdi.
Adu kekuatan Adnan Purichta Ichsan – Indah Putri Indriani Vs Andi Sudirman Sulaiman – Fatmawati Rusdi di Pilgub Sulsel 2024. (Kolase Tribun-timur.com)
Sudirman adalah mantan Gubernur Sulsel periode lalu, sedangkan Fatma adalah mantan Wakil Walikota Makassar dan caleg terpilih DPR RI pada Pileg 2024 lalu.
Mengapa Sudirman lebih meminati Fatma ketimbang yang lain? Bukan, misalnya, Adnan P Ichsan, Bupati Gowa atau Indah P Indriani?
Lagi pula, keduanya memenuhi syarat pertimbangan geopolitik bagi Sudirman. Yaitu, Tengah-Selatan atau Tengah-Utara.
Tetapi tampaknya bagi Sudirman, kendati faktor geopolitik itu penting, namun prioritasnya saat ini, bukan itu.
Ia mau lebih dini memastikan dan mengamankan parpol pengusung.
Apa lagi, Fatma adalah isteri Rusdi Masse, Ketua Nasdem Sulsel yang mengontrol 17 kursi di DPRD Sulsel.
Bersama Fatma, Partai Nasdem bisa mengusung dirinya tanpa harus berkoalisi.
Jika Fatma benar-benar mau berpasangan dengan Sudirman, maka hampir dapat dipastikan kalau ia akan mengendarai Partai Nasdem.
Apa lagi Rusdi Masse sendiri sejauh ini belum menunjukkan hasrat untuk ikut berkontestasi.
Malahan dalam berbagai kesempatan, Rusdi bahkan kerap memberi kesan gandrung terhadap Sudirman-Fatma.
Selain itu, publik Sulsel juga menunggu perkembangan Ilham Arief Sirajuddin (IAS) yang disebut-sebut akan mengendarai Partai Golkar, dan Andi Iwan Darmawan Aras (AIA) yang potensial diusung Partai Gerindra.
Lagi-lagi, secara geopolitik, penulis menilai bahwa pasangan ideal bagi IAS maupun AIA adalah Adnan, yang mereprensentasikan wilayah Tengah-Selatan.
Masih adakah figur lain dianggap layak memimpin Sulsel? Sebenarnya, Sulsel tak pernah kekurangan bakat-bakat pemimpin kalau tak disebut melimpah. Masalahnya hanya soal peluang dan kesempatan.
Andi Muhammad Bau Sawa, misalnya, malah sudah lama disebut.
Dalam hal kualitas dan kapasitas kepemimpinan, mantan Pangdam Hasanuddin itu tentu tak diragukan.
Sayangnya, kondisi demokrasi dan politik kita saat ini sudah demikian pragmatis.
Apakah cucu Raja Bone Andi Mappanyukki itu, bisa “berdamai” dengan situasi semacam itu?
Berbeda dengan Fadil Imran yang baru muncul belakangan.
Menurut penulis, sosok ini bisa mengubah konstelasi politik di Sulsel.
Berdasarkan relasi-kuasa yang masih dimiliki saat ini selaku perwira tinggi Polri, tak sulit baginya untuk mendapatkan parpol pengusung.
Dengan pendekatan “Selatan-Selatan” saja, misalnya, Fadil diyakini mampu mendapatkan PPP dan PAN melalui akses Amir Uskara, Wakil Ketua Umum DPP PPP dan Ashabul Kahfi, Ketua DPW PAN Sulsel.
Jika itu terjadi, maka Jenderal Polisi bintang tiga itu, sudah mengantongi 12 kursi.
Untuk memenuhi syarat minimal 17 kursi, Fadil tinggal berusaha mendapatkan salah satu dari tiga partai, yaitu, Demokrat, PKB, dan PKS.
Hanya saja, jika masing-masing partai tersebut menawarkan kadernya untuk mendampingi Fadil, maka yang paling mungkin dan potensial adalah Ni’matullah, Ketua DPD Demokrat Sulsel.
Mengapa Ni’matullah? Pertama, untuk mendapatkan Demokrat, tidak perlu negosiasi yang ribet dan bertele-tele.
Sebab, sebagai sosok yang termasuk paling dipercaya AHY, Ketua Umum DPP Demokrat, Ni’matullah bersama Demokrat Sulsel tampaknya diberi “kebebasan” terkait kebijakan Pilkada di Sulsel.
Kondisi semacam ini, rasa-rasanya tak ditemukan di PKB dan PKS.
Kedua, faktor pengalaman Ni’matullah sendiri di pentas politik Sulsel, dinilai sudah cukup mumpuni.
Tiga periode di DPRD Sulsel dan dua periode menjadi pimpinan, adalah bukti konkrit kalau mantan Ketua Senat Fak Ekonomi Unhas itu, sangat paham persoalan Sulawesi Selatan.
Ketiga adalah faktor geopolitik yang selalu menjadi pertimbangan di dalam penentuan bakal paslon.
Fadil dari Selatan sedangkan Ni’matullah dari Tengah. Sehingga kombinasi keduanya dinilai cocok karena mereprensentasikan wilayah Selatan dan Tengah.
Tentu saja ada yang pesimis karena Ni’matullah gagal di Pileg 2024 lalu.
Tetapi jangan lupa jikalau Pileg dan Pilgub adalah dua “medan perang” yang berbeda.
Di Pileg, saudara, sepupu, paman, dan sahabat, kerap menjadi lawan.
Sedangkan di Pilgub sebaliknya, semua bisa menyatu karena pilihannya terbatas.
Oleh karena itu, hemat penulis, duet Fadil Imran -Ni’matullah cukup menarik sebagai alternatif bagi rakyat Sulsel.(*)
Oleh:
Yarifai Mappeaty
Pemerhati Sosial Politik