Ahli Nuklir UGM Yudi Utomo yang Dicari-cari Polisi,Lulusan Amerika Serikat dan Orang Tua Profesor
POSBELITUNG.CO – Ahli Nuklir UGM Ir Yudi Utomo Imardjoko MSc PhD memiliki orang tua yang juga profesor.
Almarhum Profesor Imam Barnadib dan Profesor Sutari Barnadib adalah ayah dan ibu Yudi Utomo.
Jebolan alumni SMA Negeri 1 Yogyakarta itu adalah seorang ahli nuklir Indonesia.
Dia dikenal dengan nama Yudi Utomo, lahir 15 Maret 1963 di Yogyakarta.
Yudi merupakan seorang ilmuwan nuklir Indonesia yang dikenal atas rancangan penampung limbah nuklir.
Dia juga direktur yang menyelamatkan BatanTek dari kebangkrutan.
Ia memiliki tiga anak bernama Tedjo Sondyako Imardjoko, Tedjo Ardyandaru Imardjoko, dan Tedjo Prabandhika Imardjoko.
Yudi Utomo menamatkan kuliah di Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika Fakultas Teknik UGM.
Program studi Teknik Nuklir UGM (Dahulu Jurusan Teknik Nuklir UGM).
Yudi Utomo mendapat beasiswa untuk memperdalam ilmu nuklir di Iowa State University pada jenjang S-2 dan S-3.
Dia mampu meraih gelar MSc dan PhD dalam waktu enam tahun.
Pencapaian itu menjadikan Yudi sebagai orang Indonesia termuda meraih gelar doktor di usia 32 tahun pada 1995.
Dicari-cari polisi
Yudi Utomo menjadi buronan alias DPO.
Setelah menjadi tersangka dugaan penggelapan uang perusahaan PT Energi Sterila Higiena sebesar Rp9,2 miliar.
Sekretaris Universitas Gadjah Mada, Dr Andi Sandi Antonius SH LLM membenarkan, Yudi merupakan salah seorang dosen di Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika UGM.
Urusan apapun yang membuat Yudi terjerat dugaan penggelapan dan pencucian uang, dijelaskan Andi tak berkaitan dengan program dan kegiatan di UGM.
“Itu urusan personal ya, tidak melibatkan UGM karena kegiatannya itu tidak atas sepengetahuan UGM, tidak atas seizin UGM,” beber Andi saat dikonfirmasi Tribun Jogja, Kamis (18/4/2024) malam.
Yudi sendiri merupakan alumni Jurusan Teknik Nuklir UGM angkatan 1989 dan menyelesaikan jenjang magister serta doktornya di Iowa State University.
Namanya tenar ketika disebut-sebut menyelamatkan Batan Teknologi dengan menjadi direktur utama pada 2011.
Yudi menjadi DPO karena tak pernah menghadiri panggilan pemeriksaan penyidik Ditreskrimum Polda Jatim.
Penyidik pun akan melakukan pencarian dan penangkapan terhadap tersangka penggelapan dalam jabatan dan tindak pidana pencucian uang itu.
Aktivitas Yudi di lingkungan kampus tidaklah banyak, meski masih tercatat sebagai dosen UGM.
Pihak kampus, menyayangkan perbuatan Yudi yang tidak memikirkan konsekuensi dan berimbas ke nama kampus.
Dengan begitu, UGM menyatakan dukungannya agar Yudi diproses secara hukum.
Menurut Andi, kampus siap dimintai keterangan, dalam konteks berbagi informasi data dari Yudi.
UGM juga akan memberikan sanksi jika Yudi terbukti melakukan perbuatan melawan hukum.
“Di UGM, ada kode etik untuk dosen. Salah satunya, tidak boleh melakukan tindak pidana.
Kalau melakukan ya ada sanksi akademik. Yang bersangkutan itu juga statusnya Pegawai Negeri Sipil (PNS), bisa kena disiplin kepegawaian,” bebernya.
Andi mengakui, apa yang dilakukan Yudi berdampak pada nama institusi.
Dia berpesan kepada seluruh civitas academica UGM itu berhati-hati dalam melakukan tindakan apapun dan selalu mengingat jika masih menjadi bagian dari UGM.
Kasus Yudi bermula saat tersangka menjadi Direktur Utama PT Energi Sterila Higiena.
Ia diduga melakukan tindak pidana penggelapan dalam jabatan dan atau tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Uang yang digelapkan diduga sebesar Rp9,2 miliar. Yudi lalu dilaporkan ke Polda Jatim pada 26 Desember 2022.
Kuasa hukum PT Energi Sterila Higiena, Johanes Dipa Widjaja mengatakan, sebelum Yudi dilaporkan ke Polda Jatim.
Manajemen perusahaan telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut secara kekeluargaan, mengutip Kompas.com
Hingga akhirnya tersangka memberikan surat pernyataan yang ditandatangani pada 21 November 2022.
Dalam surat itu, ia berjanji akan mengembalikan semua uang yang digelapkan itu secara tunai paling lambat 5 Desember 2022.
“Dalam surat itu, tersangka Yudi pun menegaskan jika sampai tanggal yang ia tuliskan semua uang itu tidak dikembalikan, ia siap mempertanggungjawabkan tindakannya itu secara hukum,” kata Johanes.
Ia menjelaskan, uang sebesar Rp9,2 miliar itu digunakan tanpa sepengetahuan dan persetujuan dewan direksi dan dewan komisaris.
“Uangnya digunakan untuk kepentingan pribadi.
Seperti membeli rumah, tanah dan sejumlah mobil. Kami memiliki data di mana saja tanah dan bangunan yang dibeli menggunakan uang kejahatan itu.
Kami berharap tersangka kooperatif dan segera menyerahkan diri ke polisi,” katanya.
(Jogja.tribunnews.com/posbelitung.co)