5 Kesalahan Parenting Penyebab Anak Keras Kepala Menurut Pakar
Mendidik anak tentunya merupakan perjalanan yang penuh tantangan bagi orang tua. Dalam upaya untuk membentuk kepribadian anak pastinya memiliki kesalahan yang menimbulkan Si Kecil menjadi keras kepala. Salah satu kesalahan umum adalah kurangnya konsistensi dalam memberikan batasan dan konsekuensi.
Ketika aturan tidak diterapkan secara konsisten, Si Kecil akan merasa bebas untuk menguji batasan dan tidak memahami konsekuensi dari perilaku mereka. Di sisi lain, kurangnya komunikasi yang efektif antara Bunda dan Si Kecil juga dapat memunculkan perilaku keras kepala.
Ketika anak merasa tidak didengar atau dipahami oleh Bunda, Si Kecil akan menunjukkan perilaku keras kepala sebagai cara untuk mengekspresikan diri. Kurangnya pemahaman tentang kebutuhan dan perasaan anak juga dapat menyebabkan kesalahpahaman dan konflik yang memperkuat sifat keras kepala.
Pendekatan parenting yang otoriter juga dapat memicu perilaku keras kepala pada Si Kecil, di mana orang tua menggunakan kekuatan atau kontrol untuk mengendalikan anak. Ketika anak merasa tidak memiliki kontrol atas keputusan atau tindakan, mereka akan menentang otoritas orang tua sebagai bentuk perlawanan.
“Balita mungkin terlihat keras kepala karena mengalami beberapa perubahan perkembangan. Perlawanan mereka adalah cara untuk mengetahui apa yang bisa atau tidak bisa mereka lakukan,” ujar Christine Raches selaku psikolog klinis dan analis perilaku dari Indiana University Health seperti dikutip dari Mom Junction.
Baca Juga : 3 Kesalahan Orang Tua dalam Mendidik yang Membuat Anak Jadi Agresif Menurut Pakar |
Saat Si Kecil mengalami tumbuh kembang dari balita menuju usia sekolah biasanya mereka cenderung meniru perilaku orang tua. Jika Bunda atau Ayah memiliki perilaku keras kepala, hal ini bisa menjadi faktor yang memperkuat sifat keras kepala pada anak.
Jadi, ketika orang tua menunjukkan sikap keras kepala atau menunjukkan ketidaksetujuan yang tidak sehat, anak akan belajar untuk menirunya. Menyadari kesalahan-kesalahan umum ini dapat membantu orang tua menumbuhkan sikap yang lebih kooperatif dan mudah beradaptasi pada anak-anak mereka.
Melalui pendekatan yang penuh pengertian, komunikatif, dan konsisten, orang tua dapat membantu anak mengembangkan keterampilan untuk mengatasi tantangan dan merespons dengan lebih fleksibel dalam berbagai situasi.
Kesalahan parenting penyebab anak keras kepala
Menilik dari laman Times Now, berikut kesalahan parenting yang dapat memicu anak menjadi pribadi yang keras kepala:
1. Pola asuh yang terlalu permisif
Menuruti setiap permintaan tanpa memberikan batasan, anak menjadi terlalu terbiasa memperoleh apa yang mereka inginkan tanpa menghargai perspektif atau kebutuhan orang tua, sehingga menguatkan sikap egois dan keras kepala. Ketika orang tua terlalu sering memberikan perhatian pada kemauan anak tanpa mempertimbangkan konsekuensinya, anak menjadi tidak belajar untuk mengendalikan impuls mereka atau memahami pentingnya menghormati batasan.
Selain itu, memenuhi setiap keinginan anak tanpa mengajarkannya untuk menghargai kebutuhan dan keinginan dapat mengembangkan perilaku keras kepala. Alhasil anak tidak belajar untuk mempertimbangkan keinginan dengan kebutuhan jika mereka terbiasa mendapatkan apa yang diinginkan tanpa memperhatikan kondisi orang tua.
2. Kurangnya komunikasi yang jelas
Ketika anak tidak memahami mengapa aturan ditetapkan atau mengapa suatu perilaku diharapkan dari orang tua, mereka akan merasa tidak terdorong untuk mematuhinya. Hal ini menyebabkan frustrasi dan konflik antara orang tua dan anak, sehingga menimbulkan perilaku keras kepala saat anak mencoba untuk mengekspresikan ketidakpuasan mereka.
Anak perlu diberikan penjelasan yang masuk akal tentang mengapa aturan atau batasan diperlukan. Hal tersebut dapat membantu mencegah kesalahpahaman dan meminimalkan konflik yang akan timbul.
Sementara itu, komunikasi yang baik juga membantu anak memahami pentingnya menghormati otoritas dan mematuhi aturan, sehingga mengembangkan sikap yang kooperatif dan mudah beradaptasi pada Si Kecil.
3. Mengabaikan kebutuhan emosional
Melalaikan emosi anak dapat membuat mereka merasa tidak didengarkan atau tidak diterima, sehingga mendorong mereka untuk bersikap keras kepala sebagai cara untuk mengekspresikan diri. Saat anak merasa bahwa perasaan mereka diabaikan atau dianggap remeh, mereka akan merasa frustrasi dan kekecewaan yang dalam.
Tanpa saluran yang sehat untuk mengekspresikan emosi mereka, anak-anak cenderung mencari cara lain untuk menarik perhatian atau mengekspresikan ketidakpuasan mereka.
Hal ini dapat mengganggu perkembangan hubungan yang sehat antara orang tua dan anak, serta menghambat kemampuan anak untuk mengatur emosi mereka dengan baik. Saat anak merasa tidak didengarkan atau tidak diterima, mereka akan mulai menggunakan perilaku keras kepala sebagai bentuk perlawanan terhadap otoritas orang tua atau sebagai cara untuk menunjukkan ketidakpuasan mereka terhadap situasi dan peraturan tertentu.
4. Mengabaikan perilaku positif
Jika Bunda berfokus hanya pada perilaku negatif dan mengabaikan tindakan positif dapat membuat anak enggan mencari persetujuan melalui kerja sama. Hal inilah yang juga dapat meningkatkan sifat keras kepala pada Si Keci.
Ketika Bunda dan Ayah hanya memberikan perhatian pada perilaku negatif atau kesalahan yang dilakukan oleh anak, mereka secara tidak langsung menangkap pesan bahwa perilaku negatif yang layak mendapatkan perhatian atau reaksi. Hal ini membuat anak merasa bahwa mereka hanya diakui ketika melakukan hal-hal yang salah atau menarik perhatian dengan perilaku yang tidak diinginkan.
5. Kurangnya rutinitas yang konsisten
Rutinitas yang tidak konsisten dalam jadwal sehari-hari dapat memicu rasa ketidakpastian dan kecemasan pada anak. Hal ini menimbulkan penolakan dan perilaku keras kepala anak.
Si Kecil membutuhkan struktur dan konsistensi dalam rutinitas harian mereka untuk merasa aman dan stabil. Jika rutinitas yang biasanya mereka andalkan terganggu atau tidak konsisten, mereka mungkin merasa bingung, tidak terduga, atau tidak terkontrol.
Dalam situasi seperti ini, anak akan mencoba untuk mengambil kendali atau mengekspresikan ketidaknyamanan mereka melalui perilaku keras kepala. Mereka akan merasa frustrasi atau tidak terlindungi oleh ketidakpastian yang dihadapi dan mencari cara untuk mendapatkan kembali kendali dalam kehidupannya.
Cara untuk mengasuh anak yang keras kepala
7 Kebiasaan Toksik Orang Tua ke Anak, Sering Berdalih Disiplin Ilustrasi/Foto: Getty Images/golfcphoto |
Berikut ini beberapa cara yang dapat Bunda terapkan dalam mengasuh anak yang keras kepala seperti dikutip dari laman Parents:
1. Memberikan pilihan
Memberikan kesempatan pada Si Kecil untuk memiliki otoritas atas hidup mereka sendiri adalah langkah penting dalam mendukung perkembangan mereka. Hal ini didasari bahwa anak yang memiliki sifat keras kepala suka mengatur dirinya sendiri.
Namun, Bunda juga perlu memberikan pilihan yang relevan dan memberikan panduan yang memastikan keputusan yang diambil tetap positif.
“Biarkan mereka membuat pilihan yang tidak penting dalam skema besar, seperti apa yang akan dikenakan, warna cangkir apa yang akan digunakan atau ayunan mana yang akan digunakan di taman,â kata Hollu Nordenberg selaku pelatih parenting yang berbasis di Madison, Wisconsin, Amerika Serikat, seperti dikutip dari Parents.
Misalnya, ketika cuaca dingin di luar, memberi anak pilihan antara jaket merah muda dan jaket biru memungkinkan mereka merasa memiliki kendali atas penampilan mereka. Sama halnya ketika menawarkan camilan, memberi anak pilihan antara blueberry dan jeruk dapat membuat mereka mempunyai keputusan dalam hal makanan, sambil memastikan bahwa mereka mendapatkan asupan yang sehat.
2. Tetapkan harapan
Menetapkan aturan merupakan bagian penting dari mengasuh anak yang keras kepala. Anak akan belajar tentang tanggung jawab, konsekuensi, dan cara hidup dalam masyarakat melalui pengalaman dengan aturan.
“Cara termudah untuk menegakkan peraturan adalah dengan menetapkan rutinitas mengerjakan pekerjaan rumah tepat setelah sekolah dan sebelum tidur pada waktu yang sama setiap malam,” ujar Lorie Anderson selaku pakar parenting seperti dikutip dari laman Parents.
Melibatkan anak dalam pembuatan aturan juga dapat memberikan rasa memiliki dan memahami pentingnya aturan tersebut. Hal ini membantu mereka memahami alasan di balik aturan dan mengapa kepatuhan penting. Dengan melibatkan mereka dalam proses ini, Bunda memberi Si Kecil kesempatan untuk belajar dan berkembang secara positif.
3. Pilih pertarungan
Anak yang cenderung memiliki sifat keras kepala lebih baik diberikan arahan ketimbang memberikan peringatan. Hal ini dapat memberikan anak kesempatan untuk belajar melalui pengalaman, sambil tetap memberikan informasi tentang konsekuensi dari tindakan mereka.
“Sebagai orang tua, tugas Bunda adalah memastikan mereka tidak terlalu tersakiti, tetapi Bunda tetap bisa membiarkan mereka belajar sambil melakukan daripada mendengarkan. Mereka akan menguji batasannya, tetapi mereka juga akan mempelajari apa yang terjadi jika mereka melakukan hal-hal tertentu dan itu bagus,” tutur Lorie Anderson.
Memberikan peringatan memungkinkan anak untuk merasakan konsekuensi dari keputusan mereka sendiri. Misalnya, jika Bunda memberi tahu Si Kecil untuk memakai mantel karena hujan, tetapi mereka memilih untuk tidak melakukannya dan akhirnya mereka kehujanan dan merasa kedinginan, mereka akan belajar dari pengalaman itu.
Pilihan Redaksi |
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!