Seniman yang tergabung dalam Teater Koma membawakan teatrikal berjudul Goro-Goro: Mahabharata 2 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Rabu (24/7/2019). Lakon ini merupakan produksi ke-158 Teater Koma dan juga sebagai pentas besar pertama Teater Koma di tahun 2019 serta akan dipentaskan di Graha Bhakti Budaya dan Taman Ismail Marzuki mulai 25 Juli hingga 4 Agustus 2019.
KISAH Mahabarata memang asyik, sehingga ditulis dan dipentaskan beribu kali. Dari zaman Mataram kuno abad delapan hingga zaman Reformasi era digital 4.0 abad dua satu.
Epik Mahabarata memang realistis, tidak hitam putih, tidak fanatik dan tidak radikal. Kisah itu moderat, multi-tafsir, dan penuh kejutan. Apalagi jika kisah India itu dibaca ulang di Nusantara, kaya akan variasi.
Kurawa dan Pandawa dalam Mahabarata tidaklah perseteruan antara jahat dan baik semata. Di koalisi besar seratus bersaudara bergabung pula orang-orang berintegritas tinggi seperti Bisma.
Begawan yang selibat (tidak kawin), satria pemberani, dan loyal pada anak asuhnya, Kurawa. Begawan yang kondang di mata banyak orang dan panutan.
Durna juga seorang guru terhormat, mengajar ilmu linuwih dan kanuragan baik pada Kurawa ataupun Pandawa.
Bima, orang paling terus terang (bloko suto) di Pandawa, sangat hormat pada sang pandita. Arjuna diajari memanah lihai oleh Durna. Namun hati Durna selalu miring ke Kurawa, walaupun sang guru kagum pada kepandaian Pandawa.
Adipati Karna, yang sama rupawan dan lincahnya dengan Arjuna, bahkan sama-sama putra Kunti, memihak Kurawa.
Sang Adipati sakit hati atas perlakuan Pandawa terhadap dirinya. Ia merasa dilecehkan dan dianggap tidak selevel dengan saudara-saudara seibunya yang lima.
Sementara itu, Arjuna meminta Durna untuk memotong ibu jari Karna agar olah busur jemparingnya tidak tepat sasaran. Arjuna tentu di atas angin atas taktiknya ini.
Karna lahir dari Kunti dengan ayah dewa Surya, sebelum menikah dengan Pandu. Maka, kecilnya ia, seperti Nabi Musa dalam Perjanjian Lama, dibuang di sungai dan di pungut orang Salya.
Perseteruan Pandawa dan Kurawa puncaknya pada pecahnya perang Baratayuda. Perang itu bukanlah antara musuh dari jauh yang tega-tegaan, tetapi antarsaudara dan sepupu.
Krisna, jelmaan Wisnu, sering memberi nasihat pada Arjuna. Laksanakan tugas sebagai dharma dan bhakti, sebagai amal dan ibadah.
Pasrahkan nasib setelah berusaha, tugas manusia hanya berikhtiar. Alam penuh dengan misteri dan teka-teki, tak semua sederhana dan mudah dipahami.
Baratayuda juga membingungkan. Namun, Kurawa tetaplah konspirasi orang-orang yang tamak, melebihi batas, dan melanggar hukum.
Sisi lain, Pandawa lima juga tidak lah sempurna kebaikannya. Kisah kompetisi Karna dan Arjuna buktinya.
Mahabarata mengajarkan sikap realistis, menerima kerumitan hidup, dan sesuai dengan alam ribuan pulau ini yang beraneka rupa. Penuh dengan ketidakjelasan, percampuran, percobaan, dan penggabungan yang tidak mungkin.
Yang dekat jadi jauh, yang jauh mendekat. Tidak ada yang abadi, baik teman maupun saingan. Semua dinamis dan sementara.
Kerajaan-kerajaan silih berganti dari Majapahit, Demak, Pajang, Mataram semua mengajarkan ketidakteraturan alam sosial dan tatanan kuasa. Mungkin Mahabarata filsafatnya di situ, kenapa terus dipentaskan segala zaman.
Mahabarata artinya India (Barat) yang agung (maha). Mahabarata bukan Nusantara, ataupun Dipantara, Suwarna Dwipa, Negeri Jawi, atau Indonesia.
Kisah Mahabarata hanya sindiran belaka. Nusantara jauh lebih kompleks, lebih zigzag, dan lebih tidak tertebak.
Di negeri Jerman, nasionalis dan sosialis digabungkan, jadilah Nazi. Di Nusantara, ditambah agama.
Konsep yang muncul pertama adalah sinkretisme cinta tanah air, kemasyarakatan, dan keagamaan. Kompromi dengan mengambil yang baik dan cocok dari segala penjuru mata angin.
Bahkan di akhir era revolusi ditandai penggabungan macam-macam ideologi yang tidak mungkin: agama, sosialis, nasionalis, bahkan Marxist.
Era Orde Baru adalah penggabungan dengan cara lain, pembangunan dengan bahasa agama, keprajuritan, kekeluargaan ala filsafat Kongfusionisme, dan mengembangkan sekularisasi versi baru. Itu terjadi di Maha-Nusantara, tidak di Mahabarata.
Menyatukan yang berbeda itu tidak asing sebetulnya, dalam banyak naskah seperti Kakawin, Hikayat, Babad sudah ditemui gabungan antar puja, sembahyang, dan kuil.
Hindu dan Buddha saling bertalian. Di India, puja Syiwa, Wisnu dan Brahma sendiri-sendiri lokasi dan ibadahnya.
Prambanan merupakan bukti nyata ketiganya berkumpul. Bahkan candi Buddha juga ada dalam kompleks yang sama.
Mahabarata sudah menunjukkan tokoh dan karakter yang tidak hitam putih. Satu kelompok tidak lah jahat semua. Kelompok lain tidak sempurna kebaikan dan akhlaknya.
Bahkan di Nusantara, banyak ilmu mengubah rupa, membo-warno. Ilmu menghilang, dan muncul dalam bentuk lain. Maha-Nusantara lebih dinamis dari Maha-Barata.
Di Maha-Nusantara, Bima bisa berubah menjadi Dursasana. Arjuna tumbuh jadi Durna. Yudhistira bermetaforfosa menjadi Sengkuni. Burisrawa menjadi Nakula.
Cakil menjadi Gatotkaca. Durna mengambil bentuk Krisna. Sebagaimana Petruk, Gareng, Bagong menjadi raja, hulubalang, patih, bahkan narindra raja.
Bagi Bisma di Mahabarata, negeri Astinapura adalah harga mati, dia pun rela gugur terpanah busur Srikandi.
Di versi Maha-Nusantara, tidak ada yang harga mati. Semua ada jalan berubah warna dan bentuk atau metamorfosa. Plot, karakter, dan kisah tidak pasti.
Astinapura tafsir Nusantara tidak lah harga mati, karena bukan kisah Mahabarata asli India. Bukan Kurawa dan bukan Pandawa. Bukan perang Baratayuda juga. Hanya metamorfosa masing-masing dengan cara unik. Tapi tetap moderat, ingat.
News Related-
Nadzira Shafa Nyanyi Lagu Baru, Lirik Rakit Soundtrack Film 172 Days, Ceritakan Kisah Cintanya dengan Amer Azzikra
-
Cara Menukarkan Valas dan Informasi Kurs Dollar-Rupiah di BCA, Selasa (28/11)
-
Ganjar Disindir Halus Kepala Suku di Merauke soal Kondisi Jalan
-
BREAKING NEWS - Diduga Depresi,Pemuda di Kubu Raya Nekat Akhiri Hidup Dengan Cara Tak Wajar
-
Tertarik Ubah Avanza Jadi VW Kodok? Segini Biayanya
-
Bukan Gabung Barito,Sosok di Luar Dugaan Eks Persija Membelot ke Rival Dewa United,Anak Dewa Cek
-
Pesan Mahfud ke Anak Muda Aceh: Semua Akan Sukses karena RI Kaya, Jangan Hedon
-
Apakah Hantu Itu Nyata? Berikut Penjelasan Ilmiahnya
-
Rajin Beri Bonus dan Ajak Jalan-jalan,Bos Tak Menyangka Lihat Isi Grup WA Karyawan,Semua Dipecat
-
Pimpinan KPK Kaget Kasus Korupsi SYL Ternyata Sudah Dilaporkan Sejak 2020, 3 Tahun Dibiarkan Mangkrak
-
Isyarat Rasulullah Tentang Penaklukan Romawi dan Mesir
-
Istana Ingatkan Pasangan Anies-Muhaimin, Ada Kesepakatan Politik Terkait UU IKN
-
Anak Kiky Saputri Unboxing Bingkisan Ulang Tahun Ke-2 Rayyanza
-
Ragam Keris dan Senjata Pusaka di Museum Pusaka TMII